Rabu, 30 Desember 2015

Sejarah awal Mahayana

Sejarah awal Mahayana
Awal munculnya Mahayana terjadi saat konsili ke dua di Vaisali yaitu perpecahan antara Mahasangika dan Sthaviravada yang terjadi karena perbedaan pada penafsiran ajaran tentang dhamma-vinaya. Dari perpecahan ini Mahasangika yang merupakan leluhur Mahayana (Priastana, 2004;15), jadi munculnya awal Mahayana adalah pada konsili ke dua mereka membentuk sekte sendiri dan mengembangkan serta menyempurnakan Dhamma dan vinaya   menurut pandangan mereka tentang ajaran Buddha. Mahayana secara harfiah berarti Maha “besar, luas, agung, diperluas” dan Yana berarti “kendaran, kereta” Mahayana berarti kendaraan besar yang mengangkut para pengemudinya bersama para penumpangnya mencapai suatu tempat yang dituju bersama (Sthavira, 1995:114).
Kita melaksanakan ajaran-ajaran, mengabdikan seluruh hidup kita hanya demi Nirvana dan menemukan bahwa Nirvana sekarang ini telah menjadi milik kita. Buddha telah memberikan kita pengetahuan tentang Buddha-Buddha dan kita telah menyebarluaskannya bukan hanya untuk kepentingan kita sendiri. Namun demikian, perahu kecil” (hinayana) jalannya orang-orang yang menyendiri, menyerang diri mereka sendiri, yang mengendalikan selat kesulitan untuk melepaskan diri (Zimmer, 1974:491).
Pergeseran Intelektual
Saat konsili ke dua yang membuat perpecahan adalah perbedaan pada penafsiran ajaran Dhamma-Vinaya. Bahwa Mahayana tidak sependapat dengan penafsiranTheravada. Mahayana menafsirkan ajaran-ajaran Sang Buddha lebih progesif dan liberal. Progesif berarti tidak kaku atau melekat begitu saja terhadap ajaran Buddha yang tersurat dan Liberal mempunyai arti bersemangat mencari makna yang tersirat dari pada arti harafiah ajaran (Priastana, 2004;40). Karena menurut Mahayana diperlukan pemahaman yang terus menerus terhadap formulasi (perubahan), apa yang perlu di tambah atau diganti bahkan dihapus. Mahayana melakukan modifikasi pada ajaran-ajaran, tidak saklek atau orthodok pada ajaran yang diterima.
Pergeseran Memandang Buddha
Kemunculan Mahayana merupakan suatu revolusi cita-cita keselamatan, pembebasan atau tujuan tertinggi dalam Buddha Dharma. Yaitu dari cita-cita Arahat dalam Theravada menjadi Bodhisatva dalam Mahayana. Perubahan yang radikal dalam mencapai cita-cita yang tertinggi dari cita-cita keselamatan pribadi (Arahat) golongan Theravada, ke cita-cita keselamatan semua makhluk (Bodhisatva). Bodhisatva bertujuan mencapai tingkat kebudhaan sempurna. Semua makhluk adalah identik dengan Buddha dan Bodhi sudah terkandung dalam diri setiap mahkluk. Buddha Dharma hanya satu yaitu ajaran Sakyamuni Buddha yang berdasarkan cara atau metode latihan diri untuk menjadi Buddha (Samyak-Sambuddha).
Mahayana berprinsip kepada Atmahita dan Parahita, Atmahita yang berarti bermanfaaat bagi diri sendiri, kesejahteraan diri sendiri dan Parahita berarti bermanfaat bagi orang banyak, kesejahteraan orang banyak. Oleh sebab itu seorang penganut Buddha Dhamma Mahayana pertama-tama harus membangkitkan Bodhicitta lebih dulu, yaitu membangkitkan kemauan untuk mencapai penerangan sempurna yang menjadi Samyak-Sambuddha, serta membangkitkan kemauan untuk membimbing para makhluk agar kelak mereka juga dapat mencapai penerangan sempurna dan menjadi Buddha.
Sistematisasi Ajaran
Sistematisasi ajaran Mahayana yaitu dalam melaksanakan cita-citanya Bhodisatva mempergunakan berbagai macam metode yang sifatnya praktis, yang dimaksudkan untuk melatih, membina, dan membimbing makhluk-makhluk ke tujuan akhir kehidupan. Dalam Mahayana mempergunakan Upaya-Kausalya yang berarti jutaan metode efektif untuk mengajarkan Dhamma. Bahwa semua makhluk terbuka untuk menjadi Buddha. Potensi kebuddhaan dalam diri setiap makhluk itu perlu dibangkitkan melalui disiplin spiritual dan Upaya Kausalya (metode praktis dalam berbuat baik untuk mencapai penyadaran terhadap Tuhan Yang Mutlak). Dan dengan jutaan metode mengajarkan Dhamma maka hasil yang dicapai juga bermacam-macam maksudnya ajaran yang diterima akan banyak menghasilkan manfaaat,  menimbulkan perkembangan dan kemajuan. Karena metode juga berpengaruh dalam mengajarkan atau memberikan ajaran kepada orang-orang.
Bodhisatva melaksanakan disiplin Bodhi dan mengarah ke penyadaran Bodhicitta (batin pencerahan). Bodhicitta memiliki dua aspek Sunyata (kekosongan) dan Karuna (welas asih). Sunyata merupakan implikasi praktis dari prajna (pengetahuan sempurna) dan identik dengan Yang Mutlak, Yang Absolut. Sedangkan karuna merupakan prinsip aktif yang merupakan ungkapan nyata sunyata dalam fenomena.
Selain itu, ajaran Mahayana merubah cara pembelajaran agama Buddha dari asketis   (pertapaan) menjadi scholastic (ajaran-ajaran yang bersifat teori) dan merubah pola pembelajaran yang tadinya bersifat dogmatis menjadi bersifat filosofis.

Kesimpulan
Awal munculnya Mahayana terjadi saat konsili ke dua di Vaisali yaitu perpecahan antara Mahasangika dan Sthaviravada yang terjadi karena perbedaan pada penafsiran ajaran tentang dhamma-vinaya. Mahayana menafsirkan ajaran sang Buddha secara tidak kaku, saklek dan orthodok. Tetapi dalam Mahayana terjadi perubahan-perubahan yang dapat diganti, dihapus, dan ditambah. Kemunculan Mahayana merupakan suatu revolusi cita-cita keselamatan, pembebasan, atau tujuan tertinggi dalam Buddha Dharma, yaitu dari cita-cita Arahat dalam Hinayana menjadi Bodhisattva dalam Mahayana. Ajaran Mahayana selalu mengalami perubahan-perubahan menurut perkembangan, dalam Mahayana mempergunakan Upaya-Kausalya yang berarti jutaan metode efektif untuk mengajarkan Dhamma.

Referensi
-          Priastana, Jo. 2004. Pokok-pokok dasar Mahayana. Jakarta: Yayasan Yasodhara Putra.
-          Tim Penyusun. 1995. Buddha Dharma Mahayana. Jakarta: Majelis Agama Buddha Mahayana.
-          Zimmer, Heinrich. 2003. Sejarah Filsafat India. Yogyakarta: Pustaka Belajar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar