Rabu, 30 Desember 2015

Artikel :Telaah Kritis Buddhisme tentang Hidup Sehat dengan Vegetarian

Telaah Kritis Buddhisme tentang Hidup Sehat dengan Vegetarian
Oleh : Kasminto[1]
Latar Belakang Masalah
Pada zaman  ini banyak orang yang kurang sadar akan pentingnya kesehatan. Makanan yang dimakan juga berpengaruh banyak dalam asupan nutrisi yang dibutuhkan tubuh manusia. Fakta menunjukan bahwa memakan daging menyebabkan kolesterol meningkat dan penimbunan lemak yang tinggi.  Saat ini kesehatan akibat kurangnya memakan sayuran menjadi marak, karena antioksidan yang terkandung dalam buah maupun sayuran sangat mempengaruhi kualitas kesehatan. Dilihat dari segi kualitas kesehatan orang masa kini cenderung terjadi penurunan. Banyak anak kecil sudah mengalami penyakit bawaan sejak lahir, kanker yang menjadi penyakit mematikan salah satunya dari asupan gizi yang kurang dari ibunya. Kurangnya mengkonsumsi sayuran menjadi salah satu faktor pendorong kurangnya antioksidan yang menjadi penangkal bermacam penyakit. Penyakit jantung sendiri menjadi pembunuh paling berbahaya apalagi kanker dan penyakit lainnya, akibat kelebihan kolesterol sekaligus lemak yang menumpuk dalam tubuh. Sebagai bukti nyata juga banyak anak yang mengalami obesitas atau kegemukan yang  berakhir pada kematian. Pola hidup sehat juga harus dilakukan dengan tujuan kualitas kesehatan.
Banyak cara yang dilakukan dengan tidak wajar dalam membunuh binatang. Seperti halnya dengan cara yang sadis melakukan pembantaian besar-besaran hanya demi daging sapi, kambing, maupun kuda. Eksploitasi binatang yang sering terjadi di alam liar juga menambah andil besar dalam punahnya berbagai jenis binatang. Bahkan bahan olahan dari daging pun menjadi tidak sehat karena berbagai macam zat yang ditambahkan tentunya menjadi faktor terjadinya berbagai macam penyakit yang akan timbul. Bukan hanya penyakit dalam pemikiran juga akan menjadi terganggu karena sifat dari daging yang panas. Selain itu, dari alam sendiri pembunuhan dari binatang membuat bumi menjadi bertambah panas karena zat yang terkandung dalam darah binatang adalah gas Metana. Gas yang mampu membuat udara menjadi bertambah panas dan mempengaruhi pola pikir manusia. Berdasarkan kondisi dan fenomena yang terjadi saat ini, perlu adanya solusi dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Agama yang memiliki legitimasi yang cukup dalam menghadapi perubahan zaman ini perlu memberikan kontribusi dalam menyelesaikan masalah manusia di era modern ini. Bagaimana Buddhisme menawarkan solusi terhadap permasalahan ini? Melalui pola hidup sehat dengan vegetarian dapat memberikan solusi alternatif untuk masalah ini.
Etimologi Vegetarian
Kata “vegetarian” bukan dari kata “vegetables” menurut sejarah pada tahun 1842 mantan sekretaris The British Vegetarian Society, berasal dari bahasa latin “vegetus” yang artinya aktif, hidup, teguh, bergairah, dan kuat. Selain itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia vegetarian mempunyai arti orang yang (karena alasan keagamaan atau  kesehatan) tidak makan daging, tetapi makan sayuran dan hasil tumbuhan. Dari berbagai macam pengertian vegetarian merujuk pada pola hidup sehat dengan mengonsumsi sayuran dan hasil tumbuhan. Dalam pandangan Buddhisme sendiri dalam terdapat dalam Pancasila Buddhis sebagai dasar pondasi (Mahāthera, Bhikkhu Dhammadhīro. 2005:26) yaitu “Panatipata veramani sikkhapadam samadiyami”[2]Dengan dasar menghindari pembunuhan makhluk hidup sebenarnya Buddhisme sendiri mengajarkan pola hidup sehat lebih spesifik lagi vegetarian.
Dengan adanya banyak isu kesehatan akibat terlalu banyak mengonsumsi daging misalkan obesitas, diabetes, jantung, bahkan kanker. Disatu sisi menginginkan makanan yang enak tetapi kesehatan menjadi taruhannya. Sedangkan dalam Buddhisme sendiri menyoroti cara-cara  mendapatkan daging yang tidak layak. Dengan membunuh binatang tentunya masih ada keserakahan (lobha) dalam diri karena ingin memiliki, ingin memakan, ingin menguasai. Saat membunuh binatang misalkan berburu pasti ada rasa kesenangan ingin membunuh itulah kebodohan dan kebencian terhadap binatang yang sulit ditangkap, sampai-sampai sudah tertembak dikuliti untuk bahan pajangan. Untuk daging yang sudah masuk dalam tubuh sendiri juga berpengaruh terhadap pemikiran seseorang ini terdapat dalam Jivaka Sutta[3] yang jelas bahwa ada syarat untuk memakan daging dan penimbunan perbuatan (kamma) buruk yang berhubungan dengan binatang. Serta dalam Sutta pertama Sang Buddha yang berkenaan dengan penderitaan (Dukkha) dan Jalan Mulia Beruas Delapan, dan dalam Sutta ini dijelaskan bahwa Perbuatan Benar, Mata Pencaharian Benar akan menuntun kepada lenyapnya Dukkha. Sangat sesuai dengan vegetarian karena apabila Sila (moral) seseorang manusia buruk maka seperti memakan daging binatang buas pun akan dilakukan demi kepuasan. Menimbun keserakahan akibat membunuh binatang liar dan buas seperti Ular, Harimau, Buaya. Selain daging tentunya mengambil kulitnya untuk dipajang maupun dibuat kerajinan juga perbuatan yang keji dan kejam. Daging binatang tadi dimakan untuk konsumsi akan mempengaruhi pikiran seseorang.
Buddhisme dengan Vegetarian
Dalam Praktiknya vegetarian harus dilaksanakan dan pilihan bagi Buddhisme. Selain dari kesehatan juga mengurangi resiko keserakahan, kebencian, dan kebodohan akibat mengonsumsi daging binatang. Dalam praktik meditasi cinta kasih (Metta Bhavana) sendiri kita akan mengharapkan semua makhluk bahagia tetapi mata pencaharian masih berburu binatang untuk dijual. Sangat tidak ada gunanya jika hanya mengonsumsi daging merubah seseorang menjadi kejam terhadap makhluk lain apalagi sesama manusia saling membunuh. Sebagai fakta nyata saat melihat binatang dibunuh besar-besaran, binatang yang akan dibunuh menangis dan berontak. Menurut James J. Stewart (2010:108) pendapat Buddhisme tentang pembunuhan binatang:
“The animal slaughter trade causes suffering in two ways: (a) it torments the animal, and (b) it torments the tradesperson. It is the duty of a good Buddhist to encourage others to abandon trades, like animal slaughter, that lead to this kind of suffering. The consumption of meat obtained from a slaughterer encourages the practice of animal slaughter.”

Hal itu menyebabkan kebencian antara binatang dan tentunya manusia itu sendiri, keterikatan karma yang akan berulang menyebabkan mereka menjadi musuh. Sedangkan kita mengonsumsi daging dari binatang yang sudah dibunuh tentu dari kajian medis binatang yang dibunuh akan membawa bakteri, virus bahkan penyakit berbahaya. Ternyata walaupun bahan makanan dari tumbuhan kalah dari diet hewani dalam hal kandungan asam lemak dan asam amino essential, namun buah-buahan dan sayuran memiliki kandungan tinggi akan vitamin dan antioksidan (seperti karotenoid, asam askorbat, tokoferol dan asam folat) serta apa yang dinamakan phytochemicals (serat, flavonoid, fenol, dan sterol). Zat-zat antioksidan dan phytochemicals semacam itu sangat penting berfungsi sebagai agen protektif terhadap kanker dan berbagai penyakit degeneratif lainnya. Sebaliknya berbagai panganan hewani selain tidak memiliki kandungan phytochemicals, merupakan sumber energi tinggi (cenderung berlebih), tinggi asam lemak jenuh dan kolesterol serta potensi karsinogenik, yang semuanya menghasilkan resultan negatife bagi tubuh (Olwin Nainggolan, Cornelis Adimunca. 2005:147.
Di era industrialisasi seperti sekarang dimana produksi makanan berlimpah, jauh lebih sering ditemukan individu berlebihan dalam mengkonsumsi diet hewani dibandingkan individu yang mengalami defisiensi nutrisi dikarenakan diet vegetarian. Sebagai kesimpulan, secara penelitian ilmiah sudah saatnya paradigma sehat bergeser kepada persepsi bahwa diet seimbang yang berbasiskan tumbuhan seperti halnya vegetarian lebih bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan tubuh daripada menimbulkan penyakit, dan hal ini berlaku terbalik pada diet berbasiskan hewani.
Dari vegetarian sendiri akan mengakibatkan kebaikan bagi diri sendiri, kebaikan bagi binatang, kebaikan bagi lingkungan, kebaikan bagi sesama manusia, kebaikan bagi bumi, menjadikan manusia santun. Dilihat dari berbagai aspek memang vegetarian mengacu pada pola hidup sehat yang tentunya membuat praktik dari pelaksanan ajaran (Dhamma). Sang Buddha sendiri bahwa makanan yang baik untuk kesehatan yaitu melaksanakan meditasi (Bhavana) dan ajaran (Dhamma). Sedangkan melaksanakan vegetarian akan mengurangi kepunahan binatang yang semakin memprihatinkan. Saat memakan makanan pernahkah memikirkan bagaimana cara mendapatkan makanan itu, cara memasak, sampai kita makan. Untuk itu renungkanlah makanan yang akan kita makan apakah itu benar-benar bermanfaat bagi tubuh apakah hanya bentuk keserakahan. Keinginan membunuh makhluk lain dengan kehendak yang kuat akan mempengaruhi pikiran seseorang dalam melaksanakan ajaran (Dhamma) dari Buddha. Oleh karena itu, apapun yang kita lakukan perlu kita renungkan, termasuk dalam hal makan. Perenungan makan yang dikemukakan oleh Thich Nhat Hann (2014:98):
This food is a gift of the Earth, the sky, numerous living beings, and much hard and loving work. May we eat with mindfulness and gratitude so as to be worthy to receive this food. May we recognize and transform unwholesome mental formations, especially our greed, and learn to eat with moderation. May we keep our compassion alive by eating in such a way that reduces the suffering of living beings, stops contributing to climate change, and heals and preserves our precious planet. We accept this food so that we may nurture our brotherhood and sisterhood, build our community and nourish our ideal of serving all living beings.”[4]
 Pikiran adalah pelopor (manopubbhangamā dhamma)[5], jika kita sadar bahwa makanan itu memang benar-benar bermanfaat atau menambah penyakit tentu kualitas hidup akan menjadi lebih baik. Vegetarian memang sangat cocok dengan pola hidup masa kini, karena kesibukan dengan tuntutan kesehatan yang tinggi. Makanan untuk dimakan pun sebagian besar cepat saji dan tentu banyak zat-zat berbahaya yang terkandung. Sebagai hasil dari pola makan itu tentunya penyakit seperti jantung, diabetes, bahkan kanker. Kebijaksanaan (paññā) sangat diperlukan dalam vegetarian karena dalam mengonsumsi sayuran diperlukan perenungan yang tepat agar tidak salah dalam pelaksanaan. Apalagi diet vegetarian yang saat ini marak dilakukan oleh banyak remaja untuk menurunkan berat badan, praktiknya menyimpang dari inti vegetarian. Inti dari vegetarian cukup mengganti makanan yang berat seperti daging dengan sayuran seperti jamur yang kadar gizinya hampir sama tetapi lebih sehat dibanding daging.
Pola hidup di perkotaan yang sebagian masyarakatnya begitu mobile dan sibuk, cenderung mengkonsumsi makanan cepat saji padahal diketahui makanan-makanan tersebut adalah makanan rendah serat dan mengandung banyak garam. Di masyarakat golongan menengah ke atas, terjadi pergeseran pola makan dari tinggi karbohidrat, tinggi serat dan rendah lemak ke konsumsi rendah karbohidrat, tinggi lemak dan protein serta miskin serat Sebagai contoh makanan instan yang tentunya mengandung berbagai jenis bahan berbahaya bagi tubuh. Pola makan kurang sehat ditambah kurang olahraga membuat berbagai jenis penyakit seperti jantung koroner, stroke, diabetes, gangguan pencernaan (susah buang air besar, wasir, kanker usus besar), kerusakan gigi dan gusi serta kegemukan (obesitas).  Umat Buddha sendiri lebih cenderung melaksanakan vegetarian karena menghindari pembunuhan makhluk hidup. Pandangan umat Buddha sejalan dengan maraknya pembunuhan makhluk hidup dan eksploitasi binatang yang mengakibatkan kebencian berkepanjangan. Berdampingan dengan alam merupakan hal yang sangat pantas untuk umat Buddha.
Vegetarian bagi Buddhisme sendiri wajib dilaksanakan walaupun Sang Buddha tidak melarang mengonsumsi daging tetapi dalam praktiknya sudah terjadi pembunuhan yang tidak sesuai terhadap binatang tersebut, adanya eksploitasi terhadap berbagai binatang yang menyebabkan binatang. Dengan dasar itu maka sangat wajib bagi Buddhisme melaksanakan vegetarian. Melihat pola hidup masyarakat yang tidak teratur dan mengabaikan kesehatan mereka. Bahkan dengan kemajuan teknologi saat ini sangat sulit mendapatkan sayuran yang benar-benar sehat. Kemajuan teknologi merubah pola hidup masyarakat dan kualitas hidup mereka. Vegetarian harus diwajibkan jika ingin hidup lebih berkualitas dan pola pikir lebih sehat. Mengurangi kesedihan didunia ini dengan menghindari pembunuhan makhluk hidup harus dilaksanakan. Tetapi masalah yang timbul dari praktik vegetarian tentunya pola pikir dan merubah budaya dari masyarakat. Dalam masyarakat tentu ada yang sudah melaksanakan vegetarian tetapi di satu sisi adat istiadat budaya yang berkembang menjadi tantangan tersendiri praktik vegetarian. Tantangan yang lebih berat tentunya harus kita jalani. Apalagi kualitas hidup kita harus lebih tercermin untuk anak cucu kita. Memberi asupan gizi yang tepat bagi anak menjadi sangat sulit apalagi pola hidup dari kita sendiri tidak lebih baik dari mereka. Menerapkan pola hidup sehat seperti vegetarian sangat penting agar hidup dan spiritualitas mereka lebih bermanfaat dari sebelumnya. Vegetarian menjadi pelopor menciptakan Buddhisme yang lebih berkualitas.
Penekanan Buddhisme demi terbentuknya kualitas diri di mulai dari mengendalikan pikiran. Hal ini juga dijelaskan oleh Grand Master Wei Chueh (2013:1):
“The great compassionate mind is the Buddha’s Mind. The spirit of Buddhism is compassion and equality. If we wish to attain a mind of compassion and equality, first, we must not kill; second, we must save and protect lives; third, we must practice vegetarianism. If we can accomplish all three, our compassionate mind will manifest.”[6]
Tidak semua makhluk hidup ingin mengalami penderitaan. Semua ingin kebahagiaan yang menuntun mereka menjalankan ajaran (Dhamma) yang sesuai. Praktik vegetarian sangat penting dalam menjaga keseimbangan kehidupan masa kini. Seperti Samudera yang mengalir tanpa henti, air dari sungai-sungai yang menuju samudera tidak akan kelihatan asalnya. Begitu pula praktik vegetarian darimana asal, suku dan ras mereka ingin menjalankan kehidupan yang lebih berkualitas tanpa menyakiti makhluk lain hanya demi keserakahan (lobha) mereka. Keinginan akan menambah penderitaan, keinginan membunuh akan menambah kebencian (dosa), keserakahan (lobha), dan kebodohan (moha). Vegetarian yang baik dan benar akan menuntun diri menghindari keinginan dan menambah kualitas hidup agar lebih baik dari sebelumnya. Dari kesehatan menunjang mengurangi resiko terjadinya penyakit yang sangat berbahaya. Selain itu, dari segi penderitaan makhluk hidup lain akan sedikit berkurang. Kepunahan makhluk hidup lain akan diminimalkan, dan dari dalam diri sendiri lebih menghargai kehidupan makhluk hidup lain demi menjalankan ajaran (Dhamma) Sang Buddha. Praktik vegetarian yang selaras dengan alam akan menambah kadar kualitas spiritualitas diri. Menghindarkan diri dari perbuatan yang melanggar sila (moral). Jadi, praktik vegetarian pilihan untuk dilaksanakan oleh umat Buddha agar keseimbangan antara alam, makhluk hidup lain, dan manusia mampu terjaga. Memutus ikatan karma yang saling berulang akibat kebencian saling membunuh dan dibunuh. Perlunya pengembangan vegetarian akan memutus kebencian karena membunuh dan dibunuh antar makhluk hidup.
Sang Buddha memberikan ajaran tentang keinginan nafsu indera pada waktu lampau, sekarang dan yang akan datang  menyebabkan penderitaan. Dengan menumbuhkan keinginan yang banyak seperti makan makanan yang enak, dan lezat. Kenyataannya makanan yang enak dan lezat tidak ada manfaatnya dalam kesehatan. Seperti halnya kebiasaan makan makanan ringan saat malam hari akan menimbulkan obesitas bagi anak-anak maupun orang dewasa sekalipun kalau tidak ada pengendalian terhadap nafsu keinginannya. Tentu isu yang paling marak yaitu makanan cepat saji yang sangat mudah didapat dan praktis. Kolesterol yang terkandung dapat menyebabkan penyakit berbahaya seperti jantung. Buddhisme sendiri ajarannya berhubungan dengan kesehatan, karena kesehatan adalah harta dunia yang tertinggi. Seperti penjelasan dari Buddha mengenai kesehatan yang tercantum dalam magandiya sutta sebagai berikut:
Harta (dunia) yang tertinggi adalah kesehatan
Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi
Jalan mulia berunsur delapan adalah yang terbaik
Jalan itu membimbing ke tanpa kematian.”

            Māgandiya Sutta[7] menjelaskan tentang pentingnya kesehatan untuk mencapai kebahagiaan tertinggi Nibbana. Oleh karena itu, sejak dahulu Sang Buddha menganjurkan menjaga kesehatan termasuk pencernaan. Umat Buddha sendiri mampu mengubah pola hidup sehat dengan vegetarian untuk mendukung diri dalam menjalankan ajaran (Dhamma). Vegetarian menjadi salah satu pilihan yang tepat dalam menjaga kesehatan, agar dapat membantu dalam menjalankan ajaran (Dhamma).

Penutup
            Pada masa sekarang ini manusia cenderung memilih makanan yang cepat saji dan mudah didapat yang kadang tidak memerhatikan kesehatan. Mengenai kesehatan manusia modern cenderung menurun akibat dari pola makan yang tidak teratur dan kurang serat makan. Selain itu, pola makan daging yang berlebihan menyebabkan kolesterol semakin naik dan membuat berbagai penyakit muncul seperti obesitas, kanker, dan jantung. Vegetarian sendiri mengacu pada perbaikan kualitas kesehatan manusia modern yang semakin menurun. Vegetarian lebih menonjolkan pola makan sayur yang terorganisir agar lebih mutu kesehatan lebih baik.
            Buddhisme sendiri dalam praktiknya tidak menyarankan vegetarian tetapi karena faktor kesehatan menjadi penentu dalam melaksanakan ajaran (Dhamma), maka umat Buddha lebih cenderung mengambil pola hidup sehat lebih spesifik lagi vegetarian. Pandangan dari umat Buddha tentang pembunuhan binatang dan eksploitasi akan menambah keserakahan (lobha), kebencian (dosa), kebodohan (moha). Jadi, dengan menghindari pembunuhan umat Buddha menjalankan ajaran (Dhamma) agar tidak menyebabkan penderitaan (Dukkha) makhluk lain. Dengan kata lain, umat Buddha menjalani vegetarian untuk menghindari perbuatan buruk yang akan menyebabkan penderitaan. Sesuai dengan ungkapan Albert Einstein (Isa, Norman Muhamad, 2009: 5) bahwa “Tidak ada hal lain yang dapat memberikan keuntungan bagi kesehatan manusia dan meningkatkan kesempatan hidup manusia di dunia ini sebanyak yang diberikan diet vegetarian.”[8]Paradigma Buddhisme menekankan dengan vegetarian sebenarnya membangun kesehatan secara makro, tidak hanya kesehatan fisik. Kesehatan secara makro dari vegetarian ini ditunjukkan dengan sikap menjaga kesimbangan alam dengan tidak membunuh binatang. Sikap ini akan membantu dalam menjaga keberlangsungan alam. Oleh karena itu, dengan vegetarian dapat menciptakan atmosfir kesehatan secara universal.
DAFTAR PUSTAKA
Bodhi, Bhikkhu & Bhikkhu Ñāṇamoli . 2013. Majjhima Nikāya. Jakarta : DhammaCitta Press.
Hanh, Thich Nhat. 2014. How To Eat. United States of America : Unified Buddhist Church.
Tim Penyusun. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Mahāthera, Bhikkhu Dhammadhīro. 2014. Pustaka Dhammapada Pāli-Indonesia. Jakarta: Saṅgha Theravāda Indonesia.
Mahāthera, Bhikkhu Dhammadhīro. 2005. Parita Suci. . Jakarta: Saṅgha Theravāda Indonesia.
Stewart, James J. 2010. The Question of Vegetarianism and Diet in Pāli Buddhism. Australia: Journal of Buddhist Ethics.
Olwin Nainggolan, Cornelis Adimunca. 2005. Diet Sehat dengan Serat. Cermin Dunia Kedokteran No. 147, 2005.
Isa, Norman Muhamad. 2009. Hidup Lebih Mulia Melalui Pola Hidup Vegetarian. Jakarta: hiduplebihmulia.com
Chueh, Wei. 2014. Buddhism and Vegetarianismwww.ctworld.org/english-96/docs/DharmaLectures4.pdf (diakses pada 20 Oktober 2014).
http://www.buddhistethics.org/ (diakses pada 18 Oktober 2014).





[1] Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB)  Syailendra Semarang Semester III (Tiga).
[2] Pancasila Buddhis sila pertama yang bermakna “Aku bertekad melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.”
[3] Majjhima Nikāya kelompok perumah tangga (Gahapativagga) halaman 771
[4] Makanan ini adalah hadiah bumi, langit, banyak makhluk hidup, dan banyak bekerja keras dan penuh kasih. Mungkin kita makan dengan kesadaran dan bergembira sehingga layak untuk menerima makanan ini. Bolehkah kami mengakui dan mengubah kebajikan formasi mental, terutama keserakahan kita, dan belajar untuk makan dengan moderasi. Mungkin kita tetap hidup-hidup oleh belas kasihan dengan makan sedemikian rupa sehingga mengurangi penderitaan makhluk hidup, berhenti berkontribusi terhadap perubahan iklim, dan menyembuhkan dan memelihara berharga kami planet. Kami menerima makanan ini supaya kita memelihara persaudaraan kita dan persaudaraan, membangun komunitas kita dan memelihara ideal kita melayani semua makhluk hidup.
[5] (Mahāthera, Bhikkhu Dhammadhīro. 2014: 26)

[6] Belas kasihan yang besar adalah pemikiran Buddha. Kekuatan umat Buddha adalah belas kasihan dan kesetaraan. Jika kita ingin mencapai pikiran belas kasih dan kesetaraan, pertama, kita tidak harus membunuh; kedua, kita harus menjaga dan melindungi tinggal; ketiga, kita harus praktek vegetarianisme. Jika kita dapat mencapai semua tiga, berbelas kasih pikiran kita akan nyata.
[7] Majjhima Nikāya kelompok para pengembara (paribbājakavagga) halaman 993
[8] Albert Einstein Ilmuwan besar penemu teori relatiitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar