Rabu, 30 Desember 2015

MULAPARIYAYA SUTTA

MULAPARIYAYA SUTTA
Demikian yang saya dengar. Pada suatu ketika yang terberkahi sedang berdiam di ukkattha dihutan Subhaga diakar sebatang pohon sala yang besar. Disana beliau berkata kepada para bhikkhu demikian : “ Ya, bhante jawab mereka. Yang terberkahi berkata:
“Para bhikkhu, akan kuajarkan pada kalian kotbah mengenai akar semua hal. Dengarkan dan perhatikan dengan cermat apa yang akan kukatakan. “ ya bhante, jawab para bhikkhu. Yang terberkahi berkata demikian:
1.      Manusia biasa
     Disini para bhikkhu, seorang yang tidak belajar, tidak memiliki rasa hormat bagi manusia agung dan tidak ermpil dan disiplin didalam dhamma, mereka mempresepsikan tanah sebagai tanah, setelah  mengespresikan demikian dia mengkonsepsikan dirinya sebagai tanah, setelah itu ia mengkonsepsikan dirinya didalam tanah, dirinya terpisah dari tanah, mengkonsepsikan tanah sebagai milikku dia bersuka cita didalam tanah. Karena dia belum sepenuhnya memahami hal tersebut.
2.      Siswa dalam pelatihan yang lebih tinggi
     Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang berada dalam pelatihan yang lebih tinggi, yang pikirannya beelum mencapai tujuan, yang  masih berjuang untuk mencapai jaminan terbebas dari belenggu, secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, dia seharusnya tidak mengkonsepsikan dirinya sebagai tanah, dirinya didalam tanah, dirinya terpisah dari tanah, dan tidak seharusnya dia menganggap tanah sebagai milikku, tidak bersukacita di dalam tanah. Karena supaya dia bisa sepenuhnya memahami hal tersebut.
3.      Arahat 1
     Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang merupakan seorang arahat dengan noda-noda yang telah hancur, yang telah menjalani kehidupan suci, telah sepenuhnya bebas melalui pengetahuan akhir, secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, dia  tidak mengkonsepsikan dirinya sebagai tanah, dirinya didalam tanah, dirinya terpisah dari tanah, dia tidak mengkonsepsikan tanah sebagai milikku, tidak bersukacita di dalam tanah. Dia tidak bersukacita di dalam tanah. Karena dia telah sepenuhnya memahami hal tersebut.
4.      Arahat II
     Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang telah merupakan seorang arahat sepenuhnya bebas melalui  pengetahuan akhir, secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, dia tidak menkonsepsikan  dirinya sebagai tanah, dirinya didalam tanah, dirinya terpisah dari tanah, dia tidak mengkonsepsikan tanah sebagai milikku, tidak bersukacita di dalam tanah. Karena dia telah terbebas dari nafsu keinginan melalui hancurnya nafsu keinginan.
5.      Arahat III
     Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang telah merupakan seorang arahat sepenuhnya bebas melalui pengetahuan akhir, secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, dia tidak menkonsepsikan  dirinya sebagai tanah, dirinya didalam tanah, dirinya terpisah dari tanah, dia tidak mengkonsepsikan tanah sebagai milikku, tidak bersukacita di dalam tanah. Karena dia telah terbebas dari kebencian melalui hancurnya kebencian.
6.      Arahat IV
     Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang telah merupakan seorang arahat sepenuhnya bebas melalui pengetahuan akhir, secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, dia tidak menkonsepsikan  dirinya sebagai tanah, dirinya didalam tanah, dirinya terpisah dari tanah, dia tidak mengkonsepsikan tanah sebagai milikku, tidak bersukacita di dalam tanah. Karena dia telah sepenuhnay terbebas dari kebodohan batin melalui hancurnya kebodohan batin.
7.      Sang Tathagata I
     Para bhikkhu, sang  tathagata  yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan, secara langsung mengetahui tanah  sebagai tanah, setelah itu dia tidak menkonsepsikan  dirinya sebagai tanah, dirinya didalam tanah, dirinya terpisah dari tanah, dia tidak mengkonsepsikan tanah sebagai milikku, tidak bersukacita di dalam tanah. Karena sang tathagata telah sepenuhnay memahami hal itu sampai diakhirnya.
8.      Sang Tathagata II
     Para bhikkhu, sang  tathagata  yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan, secara langsung mengetahui tanah  sebagai tanah, setelah secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, dia tidak menkonsepsikan  dirinya sebagai tanah, dirinya didalam tanah, dirinya terpisah dari tanah, dia tidak mengkonsepsikan tanah sebagai milikku, tidak bersukacita di dalam tanah. Karena sang tathagat telah memahami bahwa suka cita adalah akar penderitaan, dan bahwa bersama dengan keberadaan (sebagai kondisi) maka terjadilah kelahiran, dan bahwa bagi apapun yang menjadi ada, disana terdapat usia tua dan kematian.


Referensi:
v  Cintiawati wena dkk. 2004. Majjhima Nikaya I. Klaten: Vihara Bodhiwamsa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar