SAMANNAPHALA
SUTTA
LATAR BELAKANG
Sutta ini
diababarkan oleh Sang Buddha kepada Raja Ajatasattu di hutan
Ambavana milik Jivaka Komarabhacca di Rajagaha.
Jivaka ini adalah seorang tabib yang
menunjukkan dimana Sang Buddha berada kepada Raja Ajatasatu. Saat Raja bertanya
kepada para menterinya tentang pertapa/samanna
mana yang akan dikunjungi. Pada waktu itu hari Uposatha tanggal lima
belas dari bulan Kattika. Malam itu bulan purnama sedang bulatnya; Raja
Ajatasattu dari Magadha, putra Ratu Videha, sedang duduk di teras istananya
tingkat atas dengan dikelilingi oleh para menterinya. Jivaka menerangkan
tentang Sang Bhagava, Yang Maha Suci,
Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna, kini sedang berdiam di Hutan Mangga
milik kita, bersama dengan anggota bhikkhu-sangha sebanyak seribu dua ratus
lima puluh. Pertanyaan Raja Ajatasattu tentang faedah yang nyata dari kehidupan
seorang Samana. Raja Ajatasattu berangkat bersama rombongan menemui Sang
Buddha.
Sang
Buddha menjelaskan pahala seorang samana yang ditanyakan oleh Raja Ajatasattu
pada masa sekarang ini, yaitu:
a. Ia
mempunyai sila yang sempurna.
b. Memiliki
pengendalian terhadap indria.
c. Memiliki
perhatian murni dan perhatian jelas.
d. Mempunyai
kepuasan terhadap empat kebutuhan pokok.
e. Mempunyai pikiran yang bebas dari nafsu keinginan
f. Memperoleh/mencapai
Jhana
g. Mempunyai
pengetahuan tinggi (vijja)
Setelah
mendengar pembabaran Dhamma Raja Ajatasattu menceritakan beberapa pendapat
petapa yang lain yaitu:
Purana
Kassapa
Ia menerangkan teori Akiriyavada (tiada
perbuatan) dalam perbuatan dana, mengendalikan diri, menjaga indera-indera dan
berbicara benar, tiada suatu tindakan dari perbuatan itu, atau dengan kata lain
tiada persembahan kebajikan.
Makhali
Goshala
Ia menerangkan teori tentang Samvara Suddhi (penyucian
melalui proses Samvara). Bahwa seseorang yang mengembara dalam Samvara pada
akhirnya akan terbebas dari penderitaan selama batas waktu tertentu. Ia juga
menerangkan bahwa tidak ada sebab ataupun dasar dari adanya makhluk-makhluk.
Ajita
Kesakambala
Ia menerangkan teori Ucchedavada
(pemusnahan). Hal ini diterangkan bahwa orang bodoh dan bijaksana adalah sama,
setelah mati mereka akan hancur, musnah dan selanjutnya tidak ada kelahiran
kembali, tidak ada yang dinamakan sedekah, pengorbanan atau persembahan, dunia
ini, dunia sana, ibu, ayah, kelahiran melalui rahim orang tua, dan tiada
pertapa yang mencapai kesempurnaan.
Pakuddha
Paccayana
Ia menerangkan suatu pendapat yang sama
sekali menyimpang dari persoalan itu. Bahwa tujuh kelompok dasar tidak dibuat,
diciptakan, tidak menghasilkan, tidak bergerak , tidak berkembang, tidak
menyebabkan keenakan, kesakitan maupun keduanya. Ketujuh kelompok dasar itu
adalah tanah, air, api, udara, kenikmatan, kesakitan dengan faktor kehidupan
sebagai yang ketujuh.
Nigantha
Nathaputta
Ia menerangkan teori pengendalian diri
atau Catuyama Samvara yaitu:
a. Seorang
Nigantha hidup mengendalikan diri dari semua air, bebas dari ikatan atau
penderitaan (Nighanta).
b. Seorang
Nigantha menggunakan air, seorang yang batinnya telah berada dalam pencapaian
tujuan (Gatattha).
c. Seorang
Nigantha menyingkirkan semua air, orang yang batinnya telah terkendali
(Yattata).
d. Seorang
Nigantha melumuri semua air, orang yang batinnya terpusat (Thittata)
Sanjaya
Belatha-Putta
Ia menerangkan pandangannya yang
terbelit-belit tentang apakah ada atau tidak atau bukan ada dan bukan tidak ada
dunia lain, makhluk opapatika, dari hasil perbuatan baik dan buruk, setelah
meninggal adanya kehidupan atau tidak.
Setelah
mendengar kata-kata Raja Ajatasattu Sang Buddha membabarkan Dhamma tentang
pengetahuan tinggi terdiri dari:
1. Pubbenivasanussatiññana
: kemampuan melihat tumimbal lahir berulang-ulang.
2. Vipassanaññana
: kemampuan atau pengetahuan tentang hakekat kehidupan ini.
3. Manomaya
Iddhi : kekuatan menciptakan kekuatan pikiran untuk kepentingannya sendiri.
4. Dibba-Cakkhu
: kemampuan untuk melihat alam lain dan melihat muncul lenyapnya
makhluk-makhluk.
5. Dibba-sotta
: kemampuan untuk mendenagarkan suara makhluk dari alam lain.
6. Iddhividdhi
: kesaktian yang masih bersifat duniawi.
7. Cetto-Pariyayaññana
: kemampuan untuk membaca pikiran orang lain.
8. Asavakkhayaññna
: kemampuan untuk menghancurkan kekotoran batin
Kesimpulan
Raja Ajatasattu yang ingin tahu tentang
faedah yang nyata dari kehidupan seorang Samana mendapat banyak pendapat dari
berbagai Pertapa dan Samana. Tapi keinginanya yang sangat kuat membuat Raja
Ajatasattu menemui Sang Buddha meski ada keraguan saat ingin bertemu. Tapi
adanya dorongan dari Jivaka dan niat yang kuat akhirnya dapat bertemu Sang
Buddha. Dan mendapatkan Dhamma yang sejati dan pengertian yang sejati tentang
faedah hidup seorang Samana.
Referensi:
www.samaggi-phala.or.id/tipitaka/samannaphala-sutta/
www.columbia.edu/itc/religion/f2001/edit/docs/samannaphala.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar