Selasa, 29 Desember 2015

SAMANNAPHALA SUTTA

SAMANNAPHALA SUTTA
LATAR  BELAKANG
Sutta  ini  diababarkan oleh Sang Buddha kepada Raja Ajatasattu di hutan Ambavana  milik Jivaka Komarabhacca di Rajagaha. Jivaka ini adalah seorang tabib  yang menunjukkan dimana Sang Buddha berada kepada Raja Ajatasatu. Saat Raja bertanya kepada para menterinya tentang pertapa/samanna  mana yang akan dikunjungi. Pada waktu itu hari Uposatha tanggal lima belas dari bulan Kattika. Malam itu bulan purnama sedang bulatnya; Raja Ajatasattu dari Magadha, putra Ratu Videha, sedang duduk di teras istananya tingkat atas dengan dikelilingi oleh para menterinya. Jivaka menerangkan tentang  Sang Bhagava, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna, kini sedang berdiam di Hutan Mangga milik kita, bersama dengan anggota bhikkhu-sangha sebanyak seribu dua ratus lima puluh. Pertanyaan Raja Ajatasattu tentang faedah yang nyata dari kehidupan seorang Samana. Raja Ajatasattu berangkat bersama rombongan menemui Sang Buddha.
Sang Buddha menjelaskan pahala seorang samana yang ditanyakan oleh Raja Ajatasattu pada masa sekarang ini, yaitu:
a.       Ia mempunyai sila yang sempurna.
b.      Memiliki pengendalian terhadap indria.
c.       Memiliki perhatian murni dan perhatian jelas.
d.      Mempunyai kepuasan terhadap empat kebutuhan pokok.
e.       Mempunyai   pikiran yang bebas dari nafsu keinginan
f.       Memperoleh/mencapai Jhana
g.      Mempunyai pengetahuan tinggi (vijja)
Setelah mendengar pembabaran Dhamma Raja Ajatasattu menceritakan beberapa pendapat petapa yang lain yaitu:
Purana Kassapa
Ia menerangkan teori Akiriyavada (tiada perbuatan) dalam perbuatan dana, mengendalikan diri, menjaga indera-indera dan berbicara benar, tiada suatu tindakan dari perbuatan itu, atau dengan kata lain tiada persembahan kebajikan.
Makhali Goshala
Ia menerangkan  teori tentang Samvara Suddhi (penyucian melalui proses Samvara). Bahwa seseorang yang mengembara dalam Samvara pada akhirnya akan terbebas dari penderitaan selama batas waktu tertentu. Ia juga menerangkan bahwa tidak ada sebab ataupun dasar dari adanya makhluk-makhluk.

Ajita Kesakambala
Ia menerangkan teori Ucchedavada (pemusnahan). Hal ini diterangkan bahwa orang bodoh dan bijaksana adalah sama, setelah mati mereka akan hancur, musnah dan selanjutnya tidak ada kelahiran kembali, tidak ada yang dinamakan sedekah, pengorbanan atau persembahan, dunia ini, dunia sana, ibu, ayah, kelahiran melalui rahim orang tua, dan tiada pertapa yang mencapai kesempurnaan.

Pakuddha Paccayana
Ia menerangkan suatu pendapat yang sama sekali menyimpang dari persoalan itu. Bahwa tujuh kelompok dasar tidak dibuat, diciptakan, tidak menghasilkan, tidak bergerak , tidak berkembang, tidak menyebabkan keenakan, kesakitan maupun keduanya. Ketujuh kelompok dasar itu adalah tanah, air, api, udara, kenikmatan, kesakitan dengan faktor kehidupan sebagai yang ketujuh.

Nigantha Nathaputta
Ia menerangkan teori pengendalian diri atau Catuyama Samvara yaitu:
a.       Seorang Nigantha hidup mengendalikan diri dari semua air, bebas dari ikatan atau penderitaan (Nighanta).
b.      Seorang Nigantha menggunakan air, seorang yang batinnya telah berada dalam pencapaian tujuan (Gatattha).
c.       Seorang Nigantha menyingkirkan semua air, orang yang batinnya telah terkendali (Yattata).
d.      Seorang Nigantha melumuri semua air, orang yang batinnya terpusat (Thittata)



Sanjaya Belatha-Putta
Ia menerangkan pandangannya yang terbelit-belit tentang apakah ada atau tidak atau bukan ada dan bukan tidak ada dunia lain, makhluk opapatika, dari hasil perbuatan baik dan buruk, setelah meninggal adanya kehidupan atau tidak.
Setelah mendengar kata-kata Raja Ajatasattu Sang Buddha membabarkan Dhamma tentang pengetahuan tinggi terdiri dari:
1.      Pubbenivasanussatiññana : kemampuan melihat tumimbal lahir berulang-ulang.
2.      Vipassanaññana : kemampuan atau pengetahuan tentang hakekat kehidupan ini.
3.      Manomaya Iddhi : kekuatan menciptakan kekuatan pikiran untuk kepentingannya sendiri.
4.      Dibba-Cakkhu : kemampuan untuk melihat alam lain dan melihat muncul lenyapnya makhluk-makhluk.
5.      Dibba-sotta : kemampuan untuk mendenagarkan suara makhluk dari alam lain.
6.      Iddhividdhi : kesaktian yang masih bersifat duniawi.
7.      Cetto-Pariyayaññana : kemampuan untuk membaca pikiran orang lain.
8.      Asavakkhayaññna : kemampuan untuk menghancurkan kekotoran batin
Kesimpulan
Raja Ajatasattu yang ingin tahu tentang faedah yang nyata dari kehidupan seorang Samana mendapat banyak pendapat dari berbagai Pertapa dan Samana. Tapi keinginanya yang sangat kuat membuat Raja Ajatasattu menemui Sang Buddha meski ada keraguan saat ingin bertemu. Tapi adanya dorongan dari Jivaka dan niat yang kuat akhirnya dapat bertemu Sang Buddha. Dan mendapatkan Dhamma yang sejati dan pengertian yang sejati tentang faedah hidup seorang  Samana.

Referensi:
www.samaggi-phala.or.id/tipitaka/samannaphala-sutta/
www.columbia.edu/itc/religion/f2001/edit/docs/samannaphala.pdf


Tidak ada komentar:

Posting Komentar