PATHIKA SUTTA
Latar Belakang
Khotbah ini
dibabarkan oleh Sang Buddha ketika beliau berada ditempat pertapa pengembara
Bhaggava-gotta, di dekat kota Anupiya, suku Malla. Khotbah ini dibabarkan Sang
Buddha kepada pertapa pengembara Bhaggava-Gotta berkenaan dengan pertanyaannya
kepada Sang Buddha tentang siswa Sang Buddha yang bernama Sunakkhatta yang
telah meninggalkan Dhamma dan Vinaya.
Pembahasan
Pada kehidupan
Sang Buddha, ada banyak guru-guru spiritual lain yang juga memiliki
siswa-siswanya sendiri. mereka berpegangan pada pandangan yang berbeda tentang
apa yang merupakan kehidupan suci, tentang asal mula danperkembangan alam
semesta, dan tentang pertunjukan keajaiban dan mukjizat. Sunakkhatta sendiri
adalah seorang pangeran Licchavi yang menjadi siswa Sang Buddha dan diterima
masuk ke dalam Sangha. Akan tetapi kemudian ia meninggalkan Sangha setelah ia
tertarik pada ajaran dan praktek dari sekte-sekte lain. Sunakkhatta sendiri
mendapati kalau disiplin dan Ajaran Sang Buddha berada di luar kemampuanya dan
di luar pemahamanya. Berkaitan dengan peristiwa diatas kemudian Sang Buddha
menjelaskan tentang beberapa hal yang berhubungan dengan pembahasan sutta ini.
- Pertunjukan kemampuan Batin
Dalam sutta ini dijelaskan bahwa Sang Buddha menerangkan pada banyak kesempatan
serta disaksikan oleh Sunakkhatta, beliau juga memperlihatkan kemampuan
batinnya berkenaan dengan kasus-kasus dibawah ini:
- Pertapa Korakkhattiya yang dianggap Sunakkhatta
sebagai Arahat dan mengatakan bahwa pertapa ini akan meninggal dengan
epilepsi pada tujuh hari lagi, dan ia akan terlahir lagi sebagai makhluk
Kalakanja atau kelompok makhluk paling rendah dari alam Asura, dan
sewaktu meninggal ia akan terkapar diatas rmput birana di lapangan
pembakaran mayat. Tujuh hari kemudian, pertapa Korakkhottiya meninggal
seperti apa yang dikatakan Sang Buddha; hal ini diketahui karena Sang
Buddha memiliki kemampuan batin.
- Pertapa Kandaramasuka, yaitu orang terhormat dan
termahsur diantara orang-orang Vajji dan bersumpah bahwa selama hidup ia
akan tetap menjadi pertapa telanjang dan akan mengenakan pakaian; putih
untuk hidup selibat, tidak makan bubur dan nasi, tidak akan pergi
melewati Bahuputta Cetiya di utara Vesali dan cetiya lainnya. Dan Sang
Buddha mengatakan kepada Sunakkhatta bahwa pertapa ini tidak lama lagi
akan mengenakan pakaian dan kawin, ia makan nasi dan bubur dan bepergian
melewati Bahuputta Cetiya di utara Vesali dan ia akan meninggal dengan
kehilangan kepopulerannya. Dan tak lama kemudian hal itu terjadi seperti
apa yang dikatakan oleh sang Buddha.
- Pertapa telanjang Patikkhaputta yang sangat
terkenal di Vesali, ia mengatakan bahwa ”Pertapa Gotama dan saya
sama-sama menyatakan bahwa kami berdua memiliki pengetahuan. Sekarang
saatnya bagi dia menyatakan hal ini untuk menunjukan kemampuan pengetahuan
dengan kemampuan batinnya yang elebihi kekuatan manusia biasa. Bila
Samana Gotama datang, saya akan menyongsong dipertengahan (jarak)
perjalanan. Kemudian kami berdua akan mempertunjukan satu kemampuan
batin. Bila ia mempertunjukan dua, saya akan mempertunjukan empat, bila
ia mempertunjukan empat, maka saya aan mempertunjukan delapan. Jadi
seberapa banyak yang ia pertunjukan saya akan mempertunjukan dua kali
lebih banyak daripadanya.” ……………………………. Kesimpulanya bahwa apa yang
dikatakan oleh Patikaputta adalah tidak benar, dan Sang Buddha sendiri
mengetahuinya sendiri sebelum diberi tahu oleh Sunakkhatta.
Seperti kita lihat dalam kasus-kasus di atas kita bisa tahu bahwa Sang
Buddha memperlihatkan kemampuan batinnya adalah bertujuan untuk menimbulkan
keyakinan dan agar tidak menimbulkan persepsi bahwa kemampuan yang dimilikinya
adalah sebagai ilmu hitam atau juga sihir
dan juga supaya tidak disalahmengertikan sebagai guna-guna. Karena
kemampuan batin tersebut didasarkan pada praktek moralitas, pengetahuan,
konsentrasi dan akhirnya akan membawa kedalam lenyapnya kekotoran batin.
- Tentang asal mula segala sesuatu
Sang Buddha berkata ;” Saya mengetahui tentang asal mula segala sesuatu
dan bukan hanya itu yang saya tahu, tetapi yang saya tahu lebih daripada itu
dan dengan mengetahui hal itu, pandanganku tidak tersesat (paramasa). Dengan
pandangan yang tidak sesat, saya sendiri mengerti tentang kedamaian, dengan merealisasikan ini maka Tathagata
tidak akan pernah berbuat kesalahan”. Kemudian Sang Buddha memberikan contoh
pandangan-pandangan yang di ungkapkan oleh para pertapa-pertapa dan brahmana-brahmana,
sebagai berikut:
v
Ada pandangan dari pertapa dan brahmana yang
menyatakan bahwa segala sesuatu adalah diciptakan oleh Dewa Brahma.
v
Ada pertapa yang memiliki ajaran yang menyatakan
bahwa asal mula segala sesuatu adalah berdasarkan pada dewa-dewa Khiddapadosika
dan mereka menghabiskan masa hidup mereka dengan mencari kesenangan dan
memuaskan inderia mereka.
v
Pandangan
pertapa dan brahmana yang berpandangan bahwa segala sesuatu berdasarkan pada
dewa-dewa tertentu yang dinamakan Manopadosika, pandangan ini menyatakan bahwa
; mereka selalu diliputi oleh perasaan iri kepada yang lain, karena sifat buruk
ini maka mereka cemburu dan tidak menyukai dewa lain.
v
Pandangan pertapa dan brahmana yang menyatakan
bahwa asal mula segala sesuatu terjadi karena kebetulan, mereka mendasarkan
pandangan pada pikiran dan logika. Mereka menyatakan pendapat mereka yang
didasarkan pada pada argumentasi yang dilandaskan pada kesanggupan mereka saja,
seperti; yang disebut mata, telinga, hidung, lidah dan jasmani adalah attayang
bersifat tidak kekal, tidak tetap ,tidak abadi, selalu berubah, tetapi apa yang
dinamakan batin, pikiran atau kesadaran adalah atta yang bersifat kekal, tetap,
abadi dan tidak akan berubah.
Kesimpulan
Bahwa untuk
menimbulkan keyakinan tidaklah harus dengan mengguinakan kemampuan atau
kekuatan batin atau mukjizat, melainkan dengan praktek kemoralan, konsentrasi
dan pengetahuan. Dan asal mula segala sesuatu sebenarnya adalah bukan
didasarkan pada dewa-dewa, brahmana, atau suatu makhluk dan tidak didasarkan
pada argumentasi saja dan jika ada yang menyatakan bahwa asal mula dari segala
sesuatu hanya didasarkan pada alasan-alasan diatas maka itu hanyalah konsep
atau penamaan dari asal mulanya segala sesuatu, karena sebenarnya asal mula
dari segala sesuatunya adalah adanya hukum Paticcasamuppada (hukum
sebab-akibat).
Pesan moral
kita sebagai
umat Buddha yang hidup di masyarakat hendaknya dapat menganalisis segala segala
sesuatunya dengan penyelidikan dan membuktikannya, dan janganlah percaya hanya
dari segi penampilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar