Rabu, 30 Desember 2015

PATHIKA SUTTA

PATHIKA SUTTA

Latar Belakang
Khotbah ini dibabarkan oleh Sang Buddha ketika beliau berada ditempat pertapa pengembara Bhaggava-gotta, di dekat kota Anupiya, suku Malla. Khotbah ini dibabarkan Sang Buddha kepada pertapa pengembara Bhaggava-Gotta berkenaan dengan pertanyaannya kepada Sang Buddha tentang siswa Sang Buddha yang bernama Sunakkhatta yang telah meninggalkan Dhamma dan Vinaya.

Pembahasan
Pada kehidupan Sang Buddha, ada banyak guru-guru spiritual lain yang juga memiliki siswa-siswanya sendiri. mereka berpegangan pada pandangan yang berbeda tentang apa yang merupakan kehidupan suci, tentang asal mula danperkembangan alam semesta, dan tentang pertunjukan keajaiban dan mukjizat. Sunakkhatta sendiri adalah seorang pangeran Licchavi yang menjadi siswa Sang Buddha dan diterima masuk ke dalam Sangha. Akan tetapi kemudian ia meninggalkan Sangha setelah ia tertarik pada ajaran dan praktek dari sekte-sekte lain. Sunakkhatta sendiri mendapati kalau disiplin dan Ajaran Sang Buddha berada di luar kemampuanya dan di luar pemahamanya. Berkaitan dengan peristiwa diatas kemudian Sang Buddha menjelaskan tentang beberapa hal yang berhubungan dengan pembahasan sutta ini.

  1. Pertunjukan kemampuan Batin
Dalam sutta ini dijelaskan bahwa Sang Buddha menerangkan pada banyak kesempatan serta disaksikan oleh Sunakkhatta, beliau juga memperlihatkan kemampuan batinnya berkenaan dengan kasus-kasus dibawah ini:
    1. Pertapa Korakkhattiya yang dianggap Sunakkhatta sebagai Arahat dan mengatakan bahwa pertapa ini akan meninggal dengan epilepsi pada tujuh hari lagi, dan ia akan terlahir lagi sebagai makhluk Kalakanja atau kelompok makhluk paling rendah dari alam Asura, dan sewaktu meninggal ia akan terkapar diatas rmput birana di lapangan pembakaran mayat. Tujuh hari kemudian, pertapa Korakkhottiya meninggal seperti apa yang dikatakan Sang Buddha; hal ini diketahui karena Sang Buddha memiliki kemampuan batin.
    2. Pertapa Kandaramasuka, yaitu orang terhormat dan termahsur diantara orang-orang Vajji dan bersumpah bahwa selama hidup ia akan tetap menjadi pertapa telanjang dan akan mengenakan pakaian; putih untuk hidup selibat, tidak makan bubur dan nasi, tidak akan pergi melewati Bahuputta Cetiya di utara Vesali dan cetiya lainnya. Dan Sang Buddha mengatakan kepada Sunakkhatta bahwa pertapa ini tidak lama lagi akan mengenakan pakaian dan kawin, ia makan nasi dan bubur dan bepergian melewati Bahuputta Cetiya di utara Vesali dan ia akan meninggal dengan kehilangan kepopulerannya. Dan tak lama kemudian hal itu terjadi seperti apa yang dikatakan oleh sang Buddha.
    3. Pertapa telanjang Patikkhaputta yang sangat terkenal di Vesali, ia mengatakan bahwa ”Pertapa Gotama dan saya sama-sama menyatakan bahwa kami berdua memiliki pengetahuan. Sekarang saatnya bagi dia menyatakan hal ini untuk menunjukan kemampuan pengetahuan dengan kemampuan batinnya yang elebihi kekuatan manusia biasa. Bila Samana Gotama datang, saya akan menyongsong dipertengahan (jarak) perjalanan. Kemudian kami berdua akan mempertunjukan satu kemampuan batin. Bila ia mempertunjukan dua, saya akan mempertunjukan empat, bila ia mempertunjukan empat, maka saya aan mempertunjukan delapan. Jadi seberapa banyak yang ia pertunjukan saya akan mempertunjukan dua kali lebih banyak daripadanya.” ……………………………. Kesimpulanya bahwa apa yang dikatakan oleh Patikaputta adalah tidak benar, dan Sang Buddha sendiri mengetahuinya sendiri sebelum diberi tahu oleh  Sunakkhatta.
Seperti kita lihat dalam kasus-kasus di atas kita bisa tahu bahwa Sang Buddha memperlihatkan kemampuan batinnya adalah bertujuan untuk menimbulkan keyakinan dan agar tidak menimbulkan persepsi bahwa kemampuan yang dimilikinya adalah sebagai ilmu hitam atau juga sihir  dan juga supaya tidak disalahmengertikan sebagai guna-guna. Karena kemampuan batin tersebut didasarkan pada praktek moralitas, pengetahuan, konsentrasi dan akhirnya akan membawa kedalam lenyapnya kekotoran batin.

  1. Tentang asal mula segala sesuatu
Sang Buddha berkata ;” Saya mengetahui tentang asal mula segala sesuatu dan bukan hanya itu yang saya tahu, tetapi yang saya tahu lebih daripada itu dan dengan mengetahui hal itu, pandanganku tidak tersesat (paramasa). Dengan pandangan yang tidak sesat, saya sendiri mengerti tentang kedamaian,  dengan merealisasikan ini maka Tathagata tidak akan pernah berbuat kesalahan”. Kemudian Sang Buddha memberikan contoh pandangan-pandangan yang di ungkapkan oleh para pertapa-pertapa dan brahmana-brahmana, sebagai berikut:
v  Ada pandangan dari pertapa dan brahmana yang menyatakan bahwa segala sesuatu adalah diciptakan oleh Dewa Brahma.
v  Ada pertapa yang memiliki ajaran yang menyatakan bahwa asal mula segala sesuatu adalah berdasarkan pada dewa-dewa Khiddapadosika dan mereka menghabiskan masa hidup mereka dengan mencari kesenangan dan memuaskan inderia mereka.
v   Pandangan pertapa dan brahmana yang berpandangan bahwa segala sesuatu berdasarkan pada dewa-dewa tertentu yang dinamakan Manopadosika, pandangan ini menyatakan bahwa ; mereka selalu diliputi oleh perasaan iri kepada yang lain, karena sifat buruk ini maka mereka cemburu dan tidak menyukai dewa lain.
v  Pandangan pertapa dan brahmana yang menyatakan bahwa asal mula segala sesuatu terjadi karena kebetulan, mereka mendasarkan pandangan pada pikiran dan logika. Mereka menyatakan pendapat mereka yang didasarkan pada pada argumentasi yang dilandaskan pada kesanggupan mereka saja, seperti; yang disebut mata, telinga, hidung, lidah dan jasmani adalah attayang bersifat tidak kekal, tidak tetap ,tidak abadi, selalu berubah, tetapi apa yang dinamakan batin, pikiran atau kesadaran adalah atta yang bersifat kekal, tetap, abadi dan tidak akan berubah.


Kesimpulan
Bahwa untuk menimbulkan keyakinan tidaklah harus dengan mengguinakan kemampuan atau kekuatan batin atau mukjizat, melainkan dengan praktek kemoralan, konsentrasi dan pengetahuan. Dan asal mula segala sesuatu sebenarnya adalah bukan didasarkan pada dewa-dewa, brahmana, atau suatu makhluk dan tidak didasarkan pada argumentasi saja dan jika ada yang menyatakan bahwa asal mula dari segala sesuatu hanya didasarkan pada alasan-alasan diatas maka itu hanyalah konsep atau penamaan dari asal mulanya segala sesuatu, karena sebenarnya asal mula dari segala sesuatunya adalah adanya hukum Paticcasamuppada (hukum sebab-akibat).

Pesan moral

kita sebagai umat Buddha yang hidup di masyarakat hendaknya dapat menganalisis segala segala sesuatunya dengan penyelidikan dan membuktikannya, dan janganlah percaya hanya dari segi penampilan.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar