Rabu, 30 Desember 2015

Artikel :Telaah Kritis Buddhisme tentang Hidup Sehat dengan Vegetarian

Telaah Kritis Buddhisme tentang Hidup Sehat dengan Vegetarian
Oleh : Kasminto[1]
Latar Belakang Masalah
Pada zaman  ini banyak orang yang kurang sadar akan pentingnya kesehatan. Makanan yang dimakan juga berpengaruh banyak dalam asupan nutrisi yang dibutuhkan tubuh manusia. Fakta menunjukan bahwa memakan daging menyebabkan kolesterol meningkat dan penimbunan lemak yang tinggi.  Saat ini kesehatan akibat kurangnya memakan sayuran menjadi marak, karena antioksidan yang terkandung dalam buah maupun sayuran sangat mempengaruhi kualitas kesehatan. Dilihat dari segi kualitas kesehatan orang masa kini cenderung terjadi penurunan. Banyak anak kecil sudah mengalami penyakit bawaan sejak lahir, kanker yang menjadi penyakit mematikan salah satunya dari asupan gizi yang kurang dari ibunya. Kurangnya mengkonsumsi sayuran menjadi salah satu faktor pendorong kurangnya antioksidan yang menjadi penangkal bermacam penyakit. Penyakit jantung sendiri menjadi pembunuh paling berbahaya apalagi kanker dan penyakit lainnya, akibat kelebihan kolesterol sekaligus lemak yang menumpuk dalam tubuh. Sebagai bukti nyata juga banyak anak yang mengalami obesitas atau kegemukan yang  berakhir pada kematian. Pola hidup sehat juga harus dilakukan dengan tujuan kualitas kesehatan.
Banyak cara yang dilakukan dengan tidak wajar dalam membunuh binatang. Seperti halnya dengan cara yang sadis melakukan pembantaian besar-besaran hanya demi daging sapi, kambing, maupun kuda. Eksploitasi binatang yang sering terjadi di alam liar juga menambah andil besar dalam punahnya berbagai jenis binatang. Bahkan bahan olahan dari daging pun menjadi tidak sehat karena berbagai macam zat yang ditambahkan tentunya menjadi faktor terjadinya berbagai macam penyakit yang akan timbul. Bukan hanya penyakit dalam pemikiran juga akan menjadi terganggu karena sifat dari daging yang panas. Selain itu, dari alam sendiri pembunuhan dari binatang membuat bumi menjadi bertambah panas karena zat yang terkandung dalam darah binatang adalah gas Metana. Gas yang mampu membuat udara menjadi bertambah panas dan mempengaruhi pola pikir manusia. Berdasarkan kondisi dan fenomena yang terjadi saat ini, perlu adanya solusi dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Agama yang memiliki legitimasi yang cukup dalam menghadapi perubahan zaman ini perlu memberikan kontribusi dalam menyelesaikan masalah manusia di era modern ini. Bagaimana Buddhisme menawarkan solusi terhadap permasalahan ini? Melalui pola hidup sehat dengan vegetarian dapat memberikan solusi alternatif untuk masalah ini.
Etimologi Vegetarian
Kata “vegetarian” bukan dari kata “vegetables” menurut sejarah pada tahun 1842 mantan sekretaris The British Vegetarian Society, berasal dari bahasa latin “vegetus” yang artinya aktif, hidup, teguh, bergairah, dan kuat. Selain itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia vegetarian mempunyai arti orang yang (karena alasan keagamaan atau  kesehatan) tidak makan daging, tetapi makan sayuran dan hasil tumbuhan. Dari berbagai macam pengertian vegetarian merujuk pada pola hidup sehat dengan mengonsumsi sayuran dan hasil tumbuhan. Dalam pandangan Buddhisme sendiri dalam terdapat dalam Pancasila Buddhis sebagai dasar pondasi (Mahāthera, Bhikkhu Dhammadhīro. 2005:26) yaitu “Panatipata veramani sikkhapadam samadiyami”[2]Dengan dasar menghindari pembunuhan makhluk hidup sebenarnya Buddhisme sendiri mengajarkan pola hidup sehat lebih spesifik lagi vegetarian.
Dengan adanya banyak isu kesehatan akibat terlalu banyak mengonsumsi daging misalkan obesitas, diabetes, jantung, bahkan kanker. Disatu sisi menginginkan makanan yang enak tetapi kesehatan menjadi taruhannya. Sedangkan dalam Buddhisme sendiri menyoroti cara-cara  mendapatkan daging yang tidak layak. Dengan membunuh binatang tentunya masih ada keserakahan (lobha) dalam diri karena ingin memiliki, ingin memakan, ingin menguasai. Saat membunuh binatang misalkan berburu pasti ada rasa kesenangan ingin membunuh itulah kebodohan dan kebencian terhadap binatang yang sulit ditangkap, sampai-sampai sudah tertembak dikuliti untuk bahan pajangan. Untuk daging yang sudah masuk dalam tubuh sendiri juga berpengaruh terhadap pemikiran seseorang ini terdapat dalam Jivaka Sutta[3] yang jelas bahwa ada syarat untuk memakan daging dan penimbunan perbuatan (kamma) buruk yang berhubungan dengan binatang. Serta dalam Sutta pertama Sang Buddha yang berkenaan dengan penderitaan (Dukkha) dan Jalan Mulia Beruas Delapan, dan dalam Sutta ini dijelaskan bahwa Perbuatan Benar, Mata Pencaharian Benar akan menuntun kepada lenyapnya Dukkha. Sangat sesuai dengan vegetarian karena apabila Sila (moral) seseorang manusia buruk maka seperti memakan daging binatang buas pun akan dilakukan demi kepuasan. Menimbun keserakahan akibat membunuh binatang liar dan buas seperti Ular, Harimau, Buaya. Selain daging tentunya mengambil kulitnya untuk dipajang maupun dibuat kerajinan juga perbuatan yang keji dan kejam. Daging binatang tadi dimakan untuk konsumsi akan mempengaruhi pikiran seseorang.
Buddhisme dengan Vegetarian
Dalam Praktiknya vegetarian harus dilaksanakan dan pilihan bagi Buddhisme. Selain dari kesehatan juga mengurangi resiko keserakahan, kebencian, dan kebodohan akibat mengonsumsi daging binatang. Dalam praktik meditasi cinta kasih (Metta Bhavana) sendiri kita akan mengharapkan semua makhluk bahagia tetapi mata pencaharian masih berburu binatang untuk dijual. Sangat tidak ada gunanya jika hanya mengonsumsi daging merubah seseorang menjadi kejam terhadap makhluk lain apalagi sesama manusia saling membunuh. Sebagai fakta nyata saat melihat binatang dibunuh besar-besaran, binatang yang akan dibunuh menangis dan berontak. Menurut James J. Stewart (2010:108) pendapat Buddhisme tentang pembunuhan binatang:
“The animal slaughter trade causes suffering in two ways: (a) it torments the animal, and (b) it torments the tradesperson. It is the duty of a good Buddhist to encourage others to abandon trades, like animal slaughter, that lead to this kind of suffering. The consumption of meat obtained from a slaughterer encourages the practice of animal slaughter.”

Hal itu menyebabkan kebencian antara binatang dan tentunya manusia itu sendiri, keterikatan karma yang akan berulang menyebabkan mereka menjadi musuh. Sedangkan kita mengonsumsi daging dari binatang yang sudah dibunuh tentu dari kajian medis binatang yang dibunuh akan membawa bakteri, virus bahkan penyakit berbahaya. Ternyata walaupun bahan makanan dari tumbuhan kalah dari diet hewani dalam hal kandungan asam lemak dan asam amino essential, namun buah-buahan dan sayuran memiliki kandungan tinggi akan vitamin dan antioksidan (seperti karotenoid, asam askorbat, tokoferol dan asam folat) serta apa yang dinamakan phytochemicals (serat, flavonoid, fenol, dan sterol). Zat-zat antioksidan dan phytochemicals semacam itu sangat penting berfungsi sebagai agen protektif terhadap kanker dan berbagai penyakit degeneratif lainnya. Sebaliknya berbagai panganan hewani selain tidak memiliki kandungan phytochemicals, merupakan sumber energi tinggi (cenderung berlebih), tinggi asam lemak jenuh dan kolesterol serta potensi karsinogenik, yang semuanya menghasilkan resultan negatife bagi tubuh (Olwin Nainggolan, Cornelis Adimunca. 2005:147.
Di era industrialisasi seperti sekarang dimana produksi makanan berlimpah, jauh lebih sering ditemukan individu berlebihan dalam mengkonsumsi diet hewani dibandingkan individu yang mengalami defisiensi nutrisi dikarenakan diet vegetarian. Sebagai kesimpulan, secara penelitian ilmiah sudah saatnya paradigma sehat bergeser kepada persepsi bahwa diet seimbang yang berbasiskan tumbuhan seperti halnya vegetarian lebih bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan tubuh daripada menimbulkan penyakit, dan hal ini berlaku terbalik pada diet berbasiskan hewani.
Dari vegetarian sendiri akan mengakibatkan kebaikan bagi diri sendiri, kebaikan bagi binatang, kebaikan bagi lingkungan, kebaikan bagi sesama manusia, kebaikan bagi bumi, menjadikan manusia santun. Dilihat dari berbagai aspek memang vegetarian mengacu pada pola hidup sehat yang tentunya membuat praktik dari pelaksanan ajaran (Dhamma). Sang Buddha sendiri bahwa makanan yang baik untuk kesehatan yaitu melaksanakan meditasi (Bhavana) dan ajaran (Dhamma). Sedangkan melaksanakan vegetarian akan mengurangi kepunahan binatang yang semakin memprihatinkan. Saat memakan makanan pernahkah memikirkan bagaimana cara mendapatkan makanan itu, cara memasak, sampai kita makan. Untuk itu renungkanlah makanan yang akan kita makan apakah itu benar-benar bermanfaat bagi tubuh apakah hanya bentuk keserakahan. Keinginan membunuh makhluk lain dengan kehendak yang kuat akan mempengaruhi pikiran seseorang dalam melaksanakan ajaran (Dhamma) dari Buddha. Oleh karena itu, apapun yang kita lakukan perlu kita renungkan, termasuk dalam hal makan. Perenungan makan yang dikemukakan oleh Thich Nhat Hann (2014:98):
This food is a gift of the Earth, the sky, numerous living beings, and much hard and loving work. May we eat with mindfulness and gratitude so as to be worthy to receive this food. May we recognize and transform unwholesome mental formations, especially our greed, and learn to eat with moderation. May we keep our compassion alive by eating in such a way that reduces the suffering of living beings, stops contributing to climate change, and heals and preserves our precious planet. We accept this food so that we may nurture our brotherhood and sisterhood, build our community and nourish our ideal of serving all living beings.”[4]
 Pikiran adalah pelopor (manopubbhangamā dhamma)[5], jika kita sadar bahwa makanan itu memang benar-benar bermanfaat atau menambah penyakit tentu kualitas hidup akan menjadi lebih baik. Vegetarian memang sangat cocok dengan pola hidup masa kini, karena kesibukan dengan tuntutan kesehatan yang tinggi. Makanan untuk dimakan pun sebagian besar cepat saji dan tentu banyak zat-zat berbahaya yang terkandung. Sebagai hasil dari pola makan itu tentunya penyakit seperti jantung, diabetes, bahkan kanker. Kebijaksanaan (paññā) sangat diperlukan dalam vegetarian karena dalam mengonsumsi sayuran diperlukan perenungan yang tepat agar tidak salah dalam pelaksanaan. Apalagi diet vegetarian yang saat ini marak dilakukan oleh banyak remaja untuk menurunkan berat badan, praktiknya menyimpang dari inti vegetarian. Inti dari vegetarian cukup mengganti makanan yang berat seperti daging dengan sayuran seperti jamur yang kadar gizinya hampir sama tetapi lebih sehat dibanding daging.
Pola hidup di perkotaan yang sebagian masyarakatnya begitu mobile dan sibuk, cenderung mengkonsumsi makanan cepat saji padahal diketahui makanan-makanan tersebut adalah makanan rendah serat dan mengandung banyak garam. Di masyarakat golongan menengah ke atas, terjadi pergeseran pola makan dari tinggi karbohidrat, tinggi serat dan rendah lemak ke konsumsi rendah karbohidrat, tinggi lemak dan protein serta miskin serat Sebagai contoh makanan instan yang tentunya mengandung berbagai jenis bahan berbahaya bagi tubuh. Pola makan kurang sehat ditambah kurang olahraga membuat berbagai jenis penyakit seperti jantung koroner, stroke, diabetes, gangguan pencernaan (susah buang air besar, wasir, kanker usus besar), kerusakan gigi dan gusi serta kegemukan (obesitas).  Umat Buddha sendiri lebih cenderung melaksanakan vegetarian karena menghindari pembunuhan makhluk hidup. Pandangan umat Buddha sejalan dengan maraknya pembunuhan makhluk hidup dan eksploitasi binatang yang mengakibatkan kebencian berkepanjangan. Berdampingan dengan alam merupakan hal yang sangat pantas untuk umat Buddha.
Vegetarian bagi Buddhisme sendiri wajib dilaksanakan walaupun Sang Buddha tidak melarang mengonsumsi daging tetapi dalam praktiknya sudah terjadi pembunuhan yang tidak sesuai terhadap binatang tersebut, adanya eksploitasi terhadap berbagai binatang yang menyebabkan binatang. Dengan dasar itu maka sangat wajib bagi Buddhisme melaksanakan vegetarian. Melihat pola hidup masyarakat yang tidak teratur dan mengabaikan kesehatan mereka. Bahkan dengan kemajuan teknologi saat ini sangat sulit mendapatkan sayuran yang benar-benar sehat. Kemajuan teknologi merubah pola hidup masyarakat dan kualitas hidup mereka. Vegetarian harus diwajibkan jika ingin hidup lebih berkualitas dan pola pikir lebih sehat. Mengurangi kesedihan didunia ini dengan menghindari pembunuhan makhluk hidup harus dilaksanakan. Tetapi masalah yang timbul dari praktik vegetarian tentunya pola pikir dan merubah budaya dari masyarakat. Dalam masyarakat tentu ada yang sudah melaksanakan vegetarian tetapi di satu sisi adat istiadat budaya yang berkembang menjadi tantangan tersendiri praktik vegetarian. Tantangan yang lebih berat tentunya harus kita jalani. Apalagi kualitas hidup kita harus lebih tercermin untuk anak cucu kita. Memberi asupan gizi yang tepat bagi anak menjadi sangat sulit apalagi pola hidup dari kita sendiri tidak lebih baik dari mereka. Menerapkan pola hidup sehat seperti vegetarian sangat penting agar hidup dan spiritualitas mereka lebih bermanfaat dari sebelumnya. Vegetarian menjadi pelopor menciptakan Buddhisme yang lebih berkualitas.
Penekanan Buddhisme demi terbentuknya kualitas diri di mulai dari mengendalikan pikiran. Hal ini juga dijelaskan oleh Grand Master Wei Chueh (2013:1):
“The great compassionate mind is the Buddha’s Mind. The spirit of Buddhism is compassion and equality. If we wish to attain a mind of compassion and equality, first, we must not kill; second, we must save and protect lives; third, we must practice vegetarianism. If we can accomplish all three, our compassionate mind will manifest.”[6]
Tidak semua makhluk hidup ingin mengalami penderitaan. Semua ingin kebahagiaan yang menuntun mereka menjalankan ajaran (Dhamma) yang sesuai. Praktik vegetarian sangat penting dalam menjaga keseimbangan kehidupan masa kini. Seperti Samudera yang mengalir tanpa henti, air dari sungai-sungai yang menuju samudera tidak akan kelihatan asalnya. Begitu pula praktik vegetarian darimana asal, suku dan ras mereka ingin menjalankan kehidupan yang lebih berkualitas tanpa menyakiti makhluk lain hanya demi keserakahan (lobha) mereka. Keinginan akan menambah penderitaan, keinginan membunuh akan menambah kebencian (dosa), keserakahan (lobha), dan kebodohan (moha). Vegetarian yang baik dan benar akan menuntun diri menghindari keinginan dan menambah kualitas hidup agar lebih baik dari sebelumnya. Dari kesehatan menunjang mengurangi resiko terjadinya penyakit yang sangat berbahaya. Selain itu, dari segi penderitaan makhluk hidup lain akan sedikit berkurang. Kepunahan makhluk hidup lain akan diminimalkan, dan dari dalam diri sendiri lebih menghargai kehidupan makhluk hidup lain demi menjalankan ajaran (Dhamma) Sang Buddha. Praktik vegetarian yang selaras dengan alam akan menambah kadar kualitas spiritualitas diri. Menghindarkan diri dari perbuatan yang melanggar sila (moral). Jadi, praktik vegetarian pilihan untuk dilaksanakan oleh umat Buddha agar keseimbangan antara alam, makhluk hidup lain, dan manusia mampu terjaga. Memutus ikatan karma yang saling berulang akibat kebencian saling membunuh dan dibunuh. Perlunya pengembangan vegetarian akan memutus kebencian karena membunuh dan dibunuh antar makhluk hidup.
Sang Buddha memberikan ajaran tentang keinginan nafsu indera pada waktu lampau, sekarang dan yang akan datang  menyebabkan penderitaan. Dengan menumbuhkan keinginan yang banyak seperti makan makanan yang enak, dan lezat. Kenyataannya makanan yang enak dan lezat tidak ada manfaatnya dalam kesehatan. Seperti halnya kebiasaan makan makanan ringan saat malam hari akan menimbulkan obesitas bagi anak-anak maupun orang dewasa sekalipun kalau tidak ada pengendalian terhadap nafsu keinginannya. Tentu isu yang paling marak yaitu makanan cepat saji yang sangat mudah didapat dan praktis. Kolesterol yang terkandung dapat menyebabkan penyakit berbahaya seperti jantung. Buddhisme sendiri ajarannya berhubungan dengan kesehatan, karena kesehatan adalah harta dunia yang tertinggi. Seperti penjelasan dari Buddha mengenai kesehatan yang tercantum dalam magandiya sutta sebagai berikut:
Harta (dunia) yang tertinggi adalah kesehatan
Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi
Jalan mulia berunsur delapan adalah yang terbaik
Jalan itu membimbing ke tanpa kematian.”

            Māgandiya Sutta[7] menjelaskan tentang pentingnya kesehatan untuk mencapai kebahagiaan tertinggi Nibbana. Oleh karena itu, sejak dahulu Sang Buddha menganjurkan menjaga kesehatan termasuk pencernaan. Umat Buddha sendiri mampu mengubah pola hidup sehat dengan vegetarian untuk mendukung diri dalam menjalankan ajaran (Dhamma). Vegetarian menjadi salah satu pilihan yang tepat dalam menjaga kesehatan, agar dapat membantu dalam menjalankan ajaran (Dhamma).

Penutup
            Pada masa sekarang ini manusia cenderung memilih makanan yang cepat saji dan mudah didapat yang kadang tidak memerhatikan kesehatan. Mengenai kesehatan manusia modern cenderung menurun akibat dari pola makan yang tidak teratur dan kurang serat makan. Selain itu, pola makan daging yang berlebihan menyebabkan kolesterol semakin naik dan membuat berbagai penyakit muncul seperti obesitas, kanker, dan jantung. Vegetarian sendiri mengacu pada perbaikan kualitas kesehatan manusia modern yang semakin menurun. Vegetarian lebih menonjolkan pola makan sayur yang terorganisir agar lebih mutu kesehatan lebih baik.
            Buddhisme sendiri dalam praktiknya tidak menyarankan vegetarian tetapi karena faktor kesehatan menjadi penentu dalam melaksanakan ajaran (Dhamma), maka umat Buddha lebih cenderung mengambil pola hidup sehat lebih spesifik lagi vegetarian. Pandangan dari umat Buddha tentang pembunuhan binatang dan eksploitasi akan menambah keserakahan (lobha), kebencian (dosa), kebodohan (moha). Jadi, dengan menghindari pembunuhan umat Buddha menjalankan ajaran (Dhamma) agar tidak menyebabkan penderitaan (Dukkha) makhluk lain. Dengan kata lain, umat Buddha menjalani vegetarian untuk menghindari perbuatan buruk yang akan menyebabkan penderitaan. Sesuai dengan ungkapan Albert Einstein (Isa, Norman Muhamad, 2009: 5) bahwa “Tidak ada hal lain yang dapat memberikan keuntungan bagi kesehatan manusia dan meningkatkan kesempatan hidup manusia di dunia ini sebanyak yang diberikan diet vegetarian.”[8]Paradigma Buddhisme menekankan dengan vegetarian sebenarnya membangun kesehatan secara makro, tidak hanya kesehatan fisik. Kesehatan secara makro dari vegetarian ini ditunjukkan dengan sikap menjaga kesimbangan alam dengan tidak membunuh binatang. Sikap ini akan membantu dalam menjaga keberlangsungan alam. Oleh karena itu, dengan vegetarian dapat menciptakan atmosfir kesehatan secara universal.
DAFTAR PUSTAKA
Bodhi, Bhikkhu & Bhikkhu Ñāṇamoli . 2013. Majjhima Nikāya. Jakarta : DhammaCitta Press.
Hanh, Thich Nhat. 2014. How To Eat. United States of America : Unified Buddhist Church.
Tim Penyusun. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Mahāthera, Bhikkhu Dhammadhīro. 2014. Pustaka Dhammapada Pāli-Indonesia. Jakarta: Saṅgha Theravāda Indonesia.
Mahāthera, Bhikkhu Dhammadhīro. 2005. Parita Suci. . Jakarta: Saṅgha Theravāda Indonesia.
Stewart, James J. 2010. The Question of Vegetarianism and Diet in Pāli Buddhism. Australia: Journal of Buddhist Ethics.
Olwin Nainggolan, Cornelis Adimunca. 2005. Diet Sehat dengan Serat. Cermin Dunia Kedokteran No. 147, 2005.
Isa, Norman Muhamad. 2009. Hidup Lebih Mulia Melalui Pola Hidup Vegetarian. Jakarta: hiduplebihmulia.com
Chueh, Wei. 2014. Buddhism and Vegetarianismwww.ctworld.org/english-96/docs/DharmaLectures4.pdf (diakses pada 20 Oktober 2014).
http://www.buddhistethics.org/ (diakses pada 18 Oktober 2014).





[1] Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB)  Syailendra Semarang Semester III (Tiga).
[2] Pancasila Buddhis sila pertama yang bermakna “Aku bertekad melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.”
[3] Majjhima Nikāya kelompok perumah tangga (Gahapativagga) halaman 771
[4] Makanan ini adalah hadiah bumi, langit, banyak makhluk hidup, dan banyak bekerja keras dan penuh kasih. Mungkin kita makan dengan kesadaran dan bergembira sehingga layak untuk menerima makanan ini. Bolehkah kami mengakui dan mengubah kebajikan formasi mental, terutama keserakahan kita, dan belajar untuk makan dengan moderasi. Mungkin kita tetap hidup-hidup oleh belas kasihan dengan makan sedemikian rupa sehingga mengurangi penderitaan makhluk hidup, berhenti berkontribusi terhadap perubahan iklim, dan menyembuhkan dan memelihara berharga kami planet. Kami menerima makanan ini supaya kita memelihara persaudaraan kita dan persaudaraan, membangun komunitas kita dan memelihara ideal kita melayani semua makhluk hidup.
[5] (Mahāthera, Bhikkhu Dhammadhīro. 2014: 26)

[6] Belas kasihan yang besar adalah pemikiran Buddha. Kekuatan umat Buddha adalah belas kasihan dan kesetaraan. Jika kita ingin mencapai pikiran belas kasih dan kesetaraan, pertama, kita tidak harus membunuh; kedua, kita harus menjaga dan melindungi tinggal; ketiga, kita harus praktek vegetarianisme. Jika kita dapat mencapai semua tiga, berbelas kasih pikiran kita akan nyata.
[7] Majjhima Nikāya kelompok para pengembara (paribbājakavagga) halaman 993
[8] Albert Einstein Ilmuwan besar penemu teori relatiitas.

Puisi : For you

Again the white bias
Once again the shadow of pseudo
From the prologue to the end that never ended
I'm just waiting for the light
That's it you
but somehow
Only the wind cradle that you ignore
Just birdsong you care
Also rose thorns are you willing to hold
Hay wonderful man
Look at the figure that awaits you
Embrace me this
Do not you turn around
Because another , more beautiful
Did you know , O young master
There are women who always pray for you
Women are far from you
That once you call dear
But now you're wasting , and you forget
Will you remember us once
Hopefully this is not only the cradle only

Puisi : untuk ayah ibu

Semangat tak pernah pudar mengiri jejak kecil langkah
Semakin hari semakin terlihat jelas
Tampak peluh yang menetes tak terhiraukan
                Semangatmu bagai angin yang terus menerus meniupkan kesegaran
                Bola matamu berbinar jelas menandakan kebahagiaan
                Tak terhitung jejak kecilmu terus menapak
Tak pernah hilang dari ingatan kekuatan tanganmu
Tak pernah terhitung kerja kerasmu
Tak terhitung kasih yang kau beri
                Terima kasih ayah, terima kasih ibu
Kasihmu  mengetuk pintu hatiku

Pelajaranmu adalah tetap bertahan hidup

Sejarah awal Mahayana

Sejarah awal Mahayana
Awal munculnya Mahayana terjadi saat konsili ke dua di Vaisali yaitu perpecahan antara Mahasangika dan Sthaviravada yang terjadi karena perbedaan pada penafsiran ajaran tentang dhamma-vinaya. Dari perpecahan ini Mahasangika yang merupakan leluhur Mahayana (Priastana, 2004;15), jadi munculnya awal Mahayana adalah pada konsili ke dua mereka membentuk sekte sendiri dan mengembangkan serta menyempurnakan Dhamma dan vinaya   menurut pandangan mereka tentang ajaran Buddha. Mahayana secara harfiah berarti Maha “besar, luas, agung, diperluas” dan Yana berarti “kendaran, kereta” Mahayana berarti kendaraan besar yang mengangkut para pengemudinya bersama para penumpangnya mencapai suatu tempat yang dituju bersama (Sthavira, 1995:114).
Kita melaksanakan ajaran-ajaran, mengabdikan seluruh hidup kita hanya demi Nirvana dan menemukan bahwa Nirvana sekarang ini telah menjadi milik kita. Buddha telah memberikan kita pengetahuan tentang Buddha-Buddha dan kita telah menyebarluaskannya bukan hanya untuk kepentingan kita sendiri. Namun demikian, perahu kecil” (hinayana) jalannya orang-orang yang menyendiri, menyerang diri mereka sendiri, yang mengendalikan selat kesulitan untuk melepaskan diri (Zimmer, 1974:491).
Pergeseran Intelektual
Saat konsili ke dua yang membuat perpecahan adalah perbedaan pada penafsiran ajaran Dhamma-Vinaya. Bahwa Mahayana tidak sependapat dengan penafsiranTheravada. Mahayana menafsirkan ajaran-ajaran Sang Buddha lebih progesif dan liberal. Progesif berarti tidak kaku atau melekat begitu saja terhadap ajaran Buddha yang tersurat dan Liberal mempunyai arti bersemangat mencari makna yang tersirat dari pada arti harafiah ajaran (Priastana, 2004;40). Karena menurut Mahayana diperlukan pemahaman yang terus menerus terhadap formulasi (perubahan), apa yang perlu di tambah atau diganti bahkan dihapus. Mahayana melakukan modifikasi pada ajaran-ajaran, tidak saklek atau orthodok pada ajaran yang diterima.
Pergeseran Memandang Buddha
Kemunculan Mahayana merupakan suatu revolusi cita-cita keselamatan, pembebasan atau tujuan tertinggi dalam Buddha Dharma. Yaitu dari cita-cita Arahat dalam Theravada menjadi Bodhisatva dalam Mahayana. Perubahan yang radikal dalam mencapai cita-cita yang tertinggi dari cita-cita keselamatan pribadi (Arahat) golongan Theravada, ke cita-cita keselamatan semua makhluk (Bodhisatva). Bodhisatva bertujuan mencapai tingkat kebudhaan sempurna. Semua makhluk adalah identik dengan Buddha dan Bodhi sudah terkandung dalam diri setiap mahkluk. Buddha Dharma hanya satu yaitu ajaran Sakyamuni Buddha yang berdasarkan cara atau metode latihan diri untuk menjadi Buddha (Samyak-Sambuddha).
Mahayana berprinsip kepada Atmahita dan Parahita, Atmahita yang berarti bermanfaaat bagi diri sendiri, kesejahteraan diri sendiri dan Parahita berarti bermanfaat bagi orang banyak, kesejahteraan orang banyak. Oleh sebab itu seorang penganut Buddha Dhamma Mahayana pertama-tama harus membangkitkan Bodhicitta lebih dulu, yaitu membangkitkan kemauan untuk mencapai penerangan sempurna yang menjadi Samyak-Sambuddha, serta membangkitkan kemauan untuk membimbing para makhluk agar kelak mereka juga dapat mencapai penerangan sempurna dan menjadi Buddha.
Sistematisasi Ajaran
Sistematisasi ajaran Mahayana yaitu dalam melaksanakan cita-citanya Bhodisatva mempergunakan berbagai macam metode yang sifatnya praktis, yang dimaksudkan untuk melatih, membina, dan membimbing makhluk-makhluk ke tujuan akhir kehidupan. Dalam Mahayana mempergunakan Upaya-Kausalya yang berarti jutaan metode efektif untuk mengajarkan Dhamma. Bahwa semua makhluk terbuka untuk menjadi Buddha. Potensi kebuddhaan dalam diri setiap makhluk itu perlu dibangkitkan melalui disiplin spiritual dan Upaya Kausalya (metode praktis dalam berbuat baik untuk mencapai penyadaran terhadap Tuhan Yang Mutlak). Dan dengan jutaan metode mengajarkan Dhamma maka hasil yang dicapai juga bermacam-macam maksudnya ajaran yang diterima akan banyak menghasilkan manfaaat,  menimbulkan perkembangan dan kemajuan. Karena metode juga berpengaruh dalam mengajarkan atau memberikan ajaran kepada orang-orang.
Bodhisatva melaksanakan disiplin Bodhi dan mengarah ke penyadaran Bodhicitta (batin pencerahan). Bodhicitta memiliki dua aspek Sunyata (kekosongan) dan Karuna (welas asih). Sunyata merupakan implikasi praktis dari prajna (pengetahuan sempurna) dan identik dengan Yang Mutlak, Yang Absolut. Sedangkan karuna merupakan prinsip aktif yang merupakan ungkapan nyata sunyata dalam fenomena.
Selain itu, ajaran Mahayana merubah cara pembelajaran agama Buddha dari asketis   (pertapaan) menjadi scholastic (ajaran-ajaran yang bersifat teori) dan merubah pola pembelajaran yang tadinya bersifat dogmatis menjadi bersifat filosofis.

Kesimpulan
Awal munculnya Mahayana terjadi saat konsili ke dua di Vaisali yaitu perpecahan antara Mahasangika dan Sthaviravada yang terjadi karena perbedaan pada penafsiran ajaran tentang dhamma-vinaya. Mahayana menafsirkan ajaran sang Buddha secara tidak kaku, saklek dan orthodok. Tetapi dalam Mahayana terjadi perubahan-perubahan yang dapat diganti, dihapus, dan ditambah. Kemunculan Mahayana merupakan suatu revolusi cita-cita keselamatan, pembebasan, atau tujuan tertinggi dalam Buddha Dharma, yaitu dari cita-cita Arahat dalam Hinayana menjadi Bodhisattva dalam Mahayana. Ajaran Mahayana selalu mengalami perubahan-perubahan menurut perkembangan, dalam Mahayana mempergunakan Upaya-Kausalya yang berarti jutaan metode efektif untuk mengajarkan Dhamma.

Referensi
-          Priastana, Jo. 2004. Pokok-pokok dasar Mahayana. Jakarta: Yayasan Yasodhara Putra.
-          Tim Penyusun. 1995. Buddha Dharma Mahayana. Jakarta: Majelis Agama Buddha Mahayana.
-          Zimmer, Heinrich. 2003. Sejarah Filsafat India. Yogyakarta: Pustaka Belajar.


Lagu Buddhis : Bila Cinta Kasih Ada




MAHĀGOPĀLAKA SUTTA

MAHĀGOPĀLAKA SUTTA
Dibabarkan      : Sang Buddha
Kepada            : Para Bhikkhu
Tempat            : Savatthi, hutan Jeta, Taman Anathapindika
Latar belakang : Pada saat Sang Buddha berada di Jetavana, Beliau menyapa para bhikkhu dan  menanyakan tentang 11 faktor.
Isi                    : Kondisi-kondisi yang menyebabkan Ajaran tumbuh dan merosot.
Pembahasan
            Ada sebuah perumpamaan seorang gembala sapi yang memiliki 11 faktor, dia tidak mampu memelihara ternaknya yaitu si gembala tidak memiliki pengetahuan bentuk, dia tidak terampil dalam ciri-ciri, dia tidak bisa menemukan telur-telur lalat, dia tidak bisa merawat luka, dia tidak bisa mengasapi kandang itu, dia tidak tahu tempat pengairan, dia tidak tahu apa yang telah diminum, dia tidak tahu jalan, dia tidak terampil dalam hal padang rumput, dia memerah susu sampai kering, dan dia tidak menunjukan lebih banyak penghormatan kepada sapi-sapi jantan yang merupakan ayah dan pemimpin kelompok itu. Demikian pula bila seorang bhikkhu memiliki 11 sifat  dia tidak akan mampu bertumbuh, meningkat dan memenuhi dalam Dhamma dan Vinaya. Sebelas sifat itu adalah :
  1. Tidak memiliki pengetahuan bentuk, seorang bhikkhu tidak memahami bentuk materi.
  2. Tidak terampil dalam hal ciri-ciri, seorang bhikkhu tidak memahami apa adanya. Dicirikan oleh tindakan.
  3. Tidak bisa menemukan telur lalat, seorang bhikkhu tidak bisa mengendalikan suatu pemikiran napsu indera.
  4. Tidak bisa merawat luka, dia tidak mempraktikkan cara pengendalian dalam inderanya.
  5. Tidak bisa mengasapi kandang, seorang bhikkhu tidak bisa mengajarkan Dhamma kepada orang lain secara mendetail.
  6. Tidak tahu tempat pengairan, seorang bhikkhu tidak secara berkala pergi kepada bhikkhu yang telah banyak belajar.
  7. Tidak tahu apa yang telah diminum, seorang bhikkhu tidak memperoleh informasi dalam Dhamma.
  8. Tidak tahu jalan, seorang bhikkhu tidak memahami Jalan Mulia Berunsur Delapan.
  9. Tidak terampil dalam hal padang rumput, seorang bhikkhu tidak memahami empat landasan kewaspadaan.
  10. Seorang bhikkhu memerah susu sampai kering, bhikkhu itu tidak tahu sikap dalam menerima Dana.
  11. Tidak menunjukkan lebih banyak penghormatan kepada para bhikkhu Thera, seorang bhikkhu tidak mempertahankan tindakan-tindakan jasmani yang penuh cinta kasih terhadap para bhikkhu Thera itu.
 Bila seorang bhikkhu memiliki 11 sifat ini dia tidak akan mampu bertumbuh, meningkat, dan memenuhi dalam Dhamma serta Vinaya. Sebelas sifat yang dimiliki bhikkhu yang mampu bertumbuh, meningkat dan memenuhi dalam Dhamma dan Vinaya adalah:
  1. Memiliki pengetahuan akan bentuk, memahami bentuk materi seperti apa adanya.
  2. Terampil dalam hal ciri-ciri, memahami tindakan seperti apa adanya.
  3. Menemukan telur-telur lalat, bisa mengendalikan suatu pemikiran napsu indera.
  4. Merawat luka, mempraktikkan cara pengendalian dalam inderanya.
  5. Bisa mengasapi kandang, dapat mengajarkan Dhamma kepada orang lain secara mendetail.
  6. Tahu tempat pengairan, secara berkala mencari apa yang dia belum tahu kepada bhikkhu yang telah banyak belajar.
  7. Tahu apa yang telah diminum, memperoleh inspirasi di dalam Dhamma.
  8. Tahu jalan, memahami Jalan Mulia Berunsur Delapan.
  9. Terampil dalam hal padang rumput, memahami empat landasan kewaspadaan.
  10. Tidak memerah susu sampai kering, tahu sikap dalam menerima Dana.
  11. Menunjukkan lebih banyak penghormatan kepada para Bhikkhu Thera, mempertahankan tindakan-tindakan jasmani yang penuh cinta kasih kepada para Bhikkhu Thera.
Bila seorang bhikkhu memiliki 11 sifat ini , dia akan mampu bertumbuh, meningkat, dan memenuhi dalam Dhamma serta Vinaya.
Kesimpulan:
Seorang penggembala ternak yang diumpamakan sebagai seorang bhikkhu memiliki 11 sifat yang mampu menumbuhkan dan menurunkan Dhamma dan Vinaya. Apabila sifat buruk yang dijalankan maka Dhamma dan Vinaya akan merosot, sebaliknya jika memiliki sifat baik yang dijalankan maka  Dhamma dan Vinaya akan meningkat. Para bhikkhu merasa puas dan gembira setelah mendengar apa yang disampaikan oleh Sang Buddha.

Referensi:
Bhikkhu Ñanamoli dan Bhikkhu Bodhi. 2005. Majima Nikaya 2: Kitab Suci Agama Buddha. Klaten: Wisma Sambodhi.

CŪĻAKAMMAVIBHAŃGA SUTTA (Penjelasan Pendek tentang Tindakan)

CŪĻAKAMMAVIBHAŃGA SUTTA
(Penjelasan Pendek tentang Tindakan)

Disampaikan oleh   : Sang Buddha
Kepada                    : Seorang siswa brahmana bernama Subha
Tempat                   : Savathi di Hutan Jeta, Taman Anathapindika
Latar belakang       : Pada waktu Sang Buddha berada di Savathi, seorang siswa brahmana bernama Subha, anak lelaki Todeyya pergi menemui Sang Buddha dan bertukar sapa dengan Beliau.
Inti sutta                 : Penyebab dan kondisi dari suatu tindakan.
Pembahasan           
            Seorang siswa brahmana bernama Subha menanyakan kepada Guru Gotama mengenai apa penyebab dan kondisi sehingga manusia terlihat ada yang inferior[1] dan superior[2], manusia ada yang pendek umur dan ada yang panjang umur, ada yang sakit sakitan dan ada yang sehat, ada yang buruk rupa ada yang elok rupawan, ada yang miskin dan ada yang kaya, ada yang lahir di kalangan rendah dan ada yang di kalangan atas, ada yang bodoh dan ada yang bijaksana.
            Kemudian dari pertanyaan tersebut Sang Buddha menanggapinya antara lain:
-          Seseorang yang memiliki sifat pembunuh, suka membunuh makhluk, suka berkelahi, suka kekerasan, tidak berbelas kasihan pada makhluk hidup maka setelah meninggal akan terlahir dalam keadaan tidak bahagia dan bila dilahirkan menjadi manusia maka di manapun dia dilahirkan kembali, akan berumur pendek.
-          Sebaliknya seorang tidak melakukan perbuatan-perbuatan tersebut maka setelah meninggal akan terlahir dalam keadaan yang bahagia dan bila dilahirkan menjadi manusia maka di manapun dia dilahirkan kembali, akan berumur panjang.
-          Seseorang suka melukai makhluk-makhluk dengan tangan, dengan bungkahan, dengan tongkat atau dengan pisau maka setelah meninggal akan muncul kembali dalam keadaan kekurangan dan bila terlahir menjadi manusia di manapun dia dilahirkan kembali, dia menjadi sakit-sakitan.
-          Sebaliknya, bila seseorang tidak melakukan hal seperti itu maka setelah meninggal akan terlahir dalam keadaan bahagia dan bila terlahir menjadi manusia di manapun dia dilahirkan kembali, dia akan sehat.
-          Seseorang yang memiliki watak pemarah, mudah tersinggung bila dikritik, mudah marah, bersikap bermusuhan dan penuh kebencian, dan menunjukan kemarahan, kebencian dan kepahitannya itu maka setelah meninggal akan terlahir dalam keadaan kekurangan dan bila terlahir menjadi manusia di manapun dia dilahirkan kembali, dia menjadi buruk rupa.
-          Sebaliknya bila seseorang tidak memiliki watak seperti itu maka maka setelah meninggal akan terlahir dalam keadaan yang bahagia dan bila terlahir menjadi manusia di manapun dia dilahirkan kembali, dia menjadi elok rupawan.
-          Seseorang memiliki sifat iri hati; membenci; dan menggerutu karena perolehan, rasa hormat, penghormatan, pujian, rasa salut, dan rasa kagum yang diterima oleh orang lain maka setelah meninggal akan terlahir dalam keadaan kekurangan dan bila terlahir menjadi manusia di manapun dia dilahirkan kembali, dia menjadi tidak berpengaruh.
-          Sebaliknya, bila seseorang tidak memiliki sifat seperti itu maka setelah meninggal akan terlahir dalam keadaan yang bahagia dan bila terlahir menjadi manusia di manapun dia dilahirkan kembali, dia menjadi berpengaruh.
-          Seseorang yang tidak pernah memberikan makanan, minuman, pakaian, kendaraan, rangkaian bunga, wangi-wangian, obat-obatan, tempat tidur, tempat berdiam, dan lampu kepada pertapa dan brahmana maka setelah meninggal akan terlahir dalam keadaan kekurangan dan bila terlahir menjadi manusia di manapun dia dilahirkan kembali, dia menjadi miskin.
-          Sebaliknya bila seseorang senang berdana dan melakukan perbuatan baik maka setelah meninggal akan terlahir dalam keadaan yang bahagia dan bila terlahir menjadi manusia di manapun dia dilahirkan kembali, dia menjadi kaya.
-          Seseorang yang memiliki sifat keras kepala dan sombong; tidak menghormat pada orang yang layak menerima penghormatan, maka setelah meninggal akan terlahir dalam keadaan kekurangan dan bila terlahir menjadi manusia di manapun dia dilahirkan kembali, dia dilahirkan di kalangan rendah.
-          Sebaliknya bila seseorang memiliki sifat tidak sombong dan menghormati kepada yang patut dihormati maka setelah meninggal akan terlahir dalam keadaan yang bahagia dan bila terlahir menjadi manusia di manapun dia dilahirkan kembali, dia dilahirkan di kalangan atas.
-          Seseorang tidak mengunjungi petapa atau brahmana dan menanyakan berbagai pertanyaan seperti apa yang bajik, apa yang tidak bajik, apa yang tercela, tidak tercela, apa yang harus dikembangkan, apa yang tidak dikembangkan, perbuatan apa yang akan membawa kesejahteraan dan tidak. Maka setelah meninggal akan terlahir dalam keadaan kekurangan dan bila terlahir menjadi manusia di manapun dia dilahirkan kembali, dia menjadi bodoh.
-          Sebaliknya bila seseorang mengunjungi petapa dan menanyakan pertanyaan tersebut serta melakukan dan menjalankan perbuatan tersebut maka setelah meninggal akan terlahir dalam keadaan yang bahagia dan bila terlahir menjadi manusia di manapun dia dilahirkan kembali, dia menjadi bijaksana.
Demikianlah penjelasan yang disampaikan oleh Sang Buddha kepada siswa brahmana tersebut atas pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada Sang Buddha.
Akhir khotbah: siswa brahmana Subha yang sebagai pengikut umat awam menyatakan telah berlindung kepada Sang Buddha seumur hidupnya.
Kesimpulan:
Semua makhluk yang terlahir dalam kedadaan apa pun itu semua karena suatu makhluk adalah adalah pemilik tindakan mereka, pewaris tindakan mereka, terikat pada tindakan mereka, memiliki tindakan sebagai tempat berlindung, tindakan yang membedakan makhluk-makhluk menjadi inferior dan superior.
Referensi
Bhikkhu Nanamoli dan Bhikkhu Bodhi. 2008. Terjemahan The Middle Length Discourses of the Buddha. Klaten: Vihara Bodhivamsa.



[1] inferior /inférior/ a 1 bermutu rendah; 2 ki(merasa) rendah diri (KBBI, 2008:571)
[2] superior n 1 orang atasan; pemimpin; 2 kepala biara (pembesar) rumah ibadah (KBBI, 2008:1250)

BRAHMĀYU SUTTA

BRAHMĀYU SUTTA
Dibabarkan      : Sang Buddha
Kepada            : Brahmana Brahmayu
Tempat            : Negeri orang-orang Videha
Latar belakang : Seorang Brahmana Brahmayu berusia 120 tahun yang pakar dalam 3 Veda salah satunya mahir mengenai filosofi alam dan tanda-tanda manusia besar, kemudian beliau menyuruh siswanya yang bernama Uttara untuk mencari tahu kebenaran tentang guru Gotama memiliki 32 tanda manusia besar.
 Inti                  : 32 tanda manusia besar yang dimiliki oleh Sang Buddha.
Pembahasan
            Pada saat Sang Buddha berada di negeri orang-orang Videha bersama sekelompok besar Sangha bhikkhu, seorang brahmana Brahmayu mendengar laporan baik tentang guru Gotama yang sepenuhnya  telah tercerahkan, sempurna dalam pengetahuan sejati, dan sempurna dalam perilaku, guru para dewa dan manusia, Beliau menyatakan dunia ini bersama dengan para dewa, mara dan brahmanya, dan Beliau merealisasikan sendiri melalui pengetahuan langsung. Selain itu Beliau juga mengajarkan Dhamma yang indah pada awalnya, pertengahannya, dan indah pada akhirnya, dengan arti dan penyususunan kata yang benar serta Beliau mengungkapkan kehidupan suci yang sepenuhnya sempurna dan murni. Setelah mendengar pernyataan tersebut Brahmana Brahmayu kemudian ingin mengetahui apakah guru Gotama benar memiliki 32 tanda manusia besar dari pernyataan tersebut, dan ia menyuruh siswanya yang bernama Uttara untuk mencari kebenaran tersebut. Tanda-tanda manusia besar tersebut antara lain:
1.      Di telapak kaki Beliau ada roda-roda dengan seribu jeruji dan batang penghubung yang semuanya lengkap
2.      Beliau memiliki tumit yang runcing
3.      Beliau memiliki jari tangan dan jari kaki yang panjang
4.      Tangan dan kaki beliau halus dan lembut
5.      Beliau memiliki tangan dan kaki yang berjala
6.      Telapak kaki beliau melengkung
7.      Beliau memiliki kaki seperti kaki kijang
8.      Ketika Beliau berdiri tanpa membungkuk, dua telapak tangannya menyentuh dan bergesekan dengan lututnya
9.      Alat kelamin prianya terselubung lapisan pelindung
10.  Kulit Beliau berwarna kilau keemasan
11.  Beliau berkulit halus, dan karena halusnya debu dan pasir tidak menempel di kulitnya
12.  Bulu tubuhnya tumbuh satu per satu, tiap helai bulu tumbuh satu saja di lubangnya
13.  Ujung bulu tubuhnya menghadap ke atas berwarna hitam kebiruan, warna collyrium, yang keriting dan melingkar ke kanan
14.  Beliau memiliki tangan dan kaki yang lurus
15.  Beliau memiliki tujuh kecembungan[1]
16.  Beliau memiliki dada seekor singa
17.  Alur diantara dua bahunya terisi masuk
18.  Beliau memiliki bentangan seperti pohon banyan; rentangan lengannya sama dengan tinggi tubuhnya
19.  Leher dan bahunya rata
20.  Cita rasanya sangat kuat
21.  Beliau berahang singa
22.  Beliau memiliki 40 gigi
23.  Giginya rata
24.  Giginya tanpa celah
25.  Giginya sangat putih
26.  Beliau memiliki lidah yang besar
27.  Beliau memiliki suara yang merdu, seperti kicau burung karavika
28.  Matanya biru tua
29.  Beliau memiliki bulu mata seperti bulu mata lembu jantan
30.  Beliau memiliki rambut yang tumbuh di antara dua alisnya, yang berwarna putih dengan kilau kapas yang lembut
31.  Kepalanya berbentuk seperti turban
32.  Tanda pada manusia besar, uņhīsa; menjelaskan tonjolan yang sering terlihat di puncak kepala patung Buddha.
Setelah melihat tanda-tanda manusia besar pada guru Gotama kemudian Uttara memberitahukannya kepada Brahmana Brahmayu.
Akhir sutta
Brahmana brahmayu menemui sang buddha  dan beliau telah melihat 32 tanda manusia besar ada pada dirinya. Kemudian ia memberikan beberapa pertanyaan pertanyaan kepada Sang Buddha. Kemudian Sang Buddha memberikan jawaban beberapa bait yang intinya tentang ia yang terbebebas dari kelahiran, pikirannya telah dimurnikan, terbebas dari hawa napsu, lengkap dalam kehidupan suci, serta telah mentransendenkan[2] segalanya, inilah yang disebut Buddha. Setelah mendengar khotbah dari sang Buddha tersebut Brahmana Brahmayu berlutut dan mencium kaki Sang Buddha dan menyatakan berlindung kepadaNya dan kemudian Sang Budddha memberikan beberapa instruksi bertingkat diantaranya mengenai bedana, moralitas dan empat kebenaran mulia.

Kesimpulan;
Seorang brahmana brahmayu yang mahir dalam tanda-tanda manusia besar mencari kebenaran tentang pernyataan –pernyataan mengenai sang Buddha dan ingin mengetahui adakah 32 tanda manusia besar ada pada dirinya. Kemudia setelah menyuruh siswanya untuk mencari tahu tentang kebenaran tersebut akhirnya Brahmana brahmayu menyatakan berlindung kepada Buddha dan karena ia telah dapat melihat dhamma dan memahami Dhamma sebagaimana mestinya sehingga setelah meninggal ia terlahir secara spontan di alam yang Bahagia.

Referensi
Bhikkhu Ňānamoli dan Bhikkhu Bodhi. 2008. Terjemahan The middle length discourses of the Buddha. Klaten: Vihara B


[1] Tujuh hal itu adalah bagian belakang dua kaki dan dua tangan, dua bahu dan sosok tubuh
[2] transenden /transéndén/ a 1 di luar segala kesanggupan manusia; luar biasa; 2 utama (KBBI halm 1544)